DKI Jakarta – Guru Besar Keilmuan Kondisi Keuangan Moneter Universitas Tanah Air (UI) Telisa Aulia Falianty mengungkapkan diperlukan kajian mendalam di antaranya mengakomodasi masukan dari kalangan entrepreneur untuk menurunkan dampak penerapan cukai terhadap minuman berpemanis di kemasan (MBDK).
“Satu tahun ini untuk benar-benar mengkaji mendapatkan masukan, dikarenakan itu amanat dari Undang-Undang Aspek Kesehatan harus memang sebenarnya untuk supaya kita lebih banyak sehat,” kata Telisa di konferensi pers dalam Jakarta, Kamis.
Menurut dia, kajian secara mendalam untuk menghurangi dampak penerapan cukai pada MBDK dapat dikerjakan secara menyeluruh dan juga mendalam pada waktu satu tahun pada 2025, untuk menjamin kebijakan yang dimaksud siap diterapkan pada 2026.
Ia menuturkan salah satu dampak potensial penerapan cukai pada MBDK adalah kenaikan nilai pada minuman berkemasan, sehingga dapat menyebabkan penurunan permintaan barang serta jasa. Hal itu dapat menyebabkan pelaku bisnis atau bidang MBDK melakukan efisiensi termasuk pengurangan tenaga kerja.
Namun, ke sisi lain, penerapan cukai pada MBDK berisiko menghurangi kejadian penyakit kencing manis mellitus yang mana dapat diakibatkan dari konsumsi MBDK yang berlebihan.
Menurut riset Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), pemberlakuan cukai MBDK dapat menghurangi nomor penderita penyakit kencing manis mellitus tipe 2 lalu dapat mengurangi peluang 455.310 tindakan hukum kematian kumulatif akibat penyakit yang disebutkan pada 10 tahun ke depan.
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Bea kemudian Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyampaikan, target penerimaan cukai dari item minuman berpemanis di kemasan (MBDK) turun dari Rp4,3 triliun pada 2024 berubah menjadi Rp3,8 triliun tahun depan.
“Kenapa kok lebih tinggi rendah? Kemarin kami pasca berdiskusi dengan DPR mengamati penerapan cukai MBDK ini tentunya harus dikaji sesuai perkembangan perekonomian,” ujar Direktur Penerimaan juga Perencanaan Krusial DJBC Kemenkeu Muhammad Aflah Farobi di dalam Serang, Banten, Kamis (26/9).
Ia mengatakan, besaran tarif kemudian jenis hasil yang mana akan dikenakan cukai yang dimaksud masih dikaji lalu belum diputuskan, mengingat kebijakan yang dimaksud baru akan berlaku pada era pemerintahan mendatang, sementara sekarang ini pemerintah masih di masa transisi.
Di sisi lain, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menerima usulan Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR masalah tarif cukai minuman berpemanis di kemasan (MBDK) pada 2025 sebesar 2,5 persen.
Artikel ini disadur dari UI: Perlu kajian mendalam kurangi dampak penerapan cukai MBDK