Jakarta – otoritas melakukan konfirmasi seluruh indikator sektor ekonomi Negara Indonesia akan terus dijaga menghadapi beratnya tekanan sentimen negatif penanam modal dalam pangsa keuangan pada tahun ini, teristimewa yang tersebut terkait dengan kebijakan Amerika Serikat di dalam bawah kepemimpinan Donald Trump mulai 20 Januari 2025.
Trump, yang dimaksud kembali meraih kemenangan Pilpres Amerika Serikat pada 2024 pasca sebelumnya menjabat sebagai presiden Negeri Paman Sam periode 2017-2021, memang benar telah lama merancang bervariasi kebijakan ekonomi yang mana mengganggu sentimen pelaku lingkungan ekonomi keuangan, seperti pengenaan tarif perdagangan membesar untuk sebagian mitra dagang utamanya, pemotongan pajak, hingga belanja fiskal yang dimaksud besar.
Berbagai kebijakan itu berdampak terhadap stabilitas sistem keuangan domestik, akibat semakin terkerek naiknya imbal hasil surat berharga pemerintah as, yakni US Treasury Note tenor 10 tahun. Mau bukan mau, imbal hasil lingkungan ekonomi surat berharga negara (SBN) juga mungkin bergabung tertekan, oleh sebab itu besarnya peluang aliran pergi dari modal asing dari negara-negara mengalami perkembangan ke Amerika Serikat.
“Yang potensial berdampak ke US Treasury yield yang digunakan tinggi, tentunya akan memiliki pengaruh ke emerging markets, salah satunya Indonesia, baik melalui channel investasi, perdagangan maupun, pada konteks sektor keuangan,” kata Direktur Jenderal Pengelolaan Modal dan juga Risiko Kementerian Keuangan, di Inisiatif Power Lunch CNBC Indonesia, disitir Hari Senin (13/1/2025).
Pada pekan kedua Januari 2025, berdasarkan catatan Bank Indonesia, bursa SBN Indonesi mulai bergejolak, dikarenakan para penanam modal mulai melakukan aksi jual neto sebesar Mata Uang Rupiah 2,9 triliun, padahal pada pekan pertama Januari 2025 masih tercatat beli neto Simbol Rupiah 1,94 triliun.
Yield SBN 10 tahun pun terkerek naik ke sikap 7,18% dari sebelumnya sebesar 6,95%, seiring dengan juga naiknya yield UST Note 10 tahun ke level 4,689% pada 9 Januari 2025 dari sebelumnya pada kisaran 6,95% pada 3 Januari 2025.
Suminto mengatakan, untuk memitigasi makin besarnya risiko yang dimaksud pemerintah akan terus memverifikasi kinerja makro sektor ekonomi Indonesi terjaga dengan baik.
“Kita jaga inflasi, rupiah, balance of payment, fiskal yang tersebut prudent juga sustain, semua ini faktor-faktor penting di merawat fundamental lalu perekonomian kita juga tentu ini jadi factor penting bagi pemodal untuk berinvestasi pada hal ini penanaman modal portofolio dalam Indonesia,” tegasnya.
Sementara itu, dari sisi mikro, khususnya terkait dengan strategi pembiayaan dikerjakan dengan strategi oportunistik lalu fleksibel.
“Kami akan terus melakukan strategi yang tersebut oportunistik, fleksibel mengawasi perkembangan kemudian dinamika lingkungan ekonomi global untuk memverifikasi pemenuhan pembiayaan APBN kita melalui penerbitan SBN dapat dijaga pada biaya bunga yang baik lalu pada level risiko yang tersebut terkelola dengan baik pula,” ungkap Suminto.
Meski begitu, dengan kinerja perekonomian yang digunakan terjaga beberapa tahun terakhir, baik dari sisi pertumbuhan kegiatan ekonomi yang tersebut stabil di kisaran 5%, naiknya harga terkendali pada bawah target, defisit fiskal yang dimaksud terjaga di kisaran 2,29%, utang yang mana terkendali, Suminto meyakini bursa SBN Indonesi masih memberikan daya tarik bagi penanam modal global.
“Maka kalau kita lihat walaupun UST mengalami kenaikan cukup tinggi, SBN meskipun naik tiada setinggi itu, kenaikannya cukup moderat sehingga spread antara SBN rupiah dengan UST cukup tight. Meskipun demikian asing juga masih masuk inflow ini menandakan spread kita cukup tipis tapi confidence serta kepercayaan terhadap kinerja perek Indonesia, dia masih tertarik pembangunan ekonomi pada instrumen kita,” tutur Suminto.
Next Article Asing Serbu RI, Surat Utang eksekutif Terjual Rp104,7 T
Artikel ini disadur dari Trump Presiden Bisa Bikin Bunga Utang RI Bengkak, Ini Penjelasannya