Jakarta, CNBC Indonesia – Pengaruh kemenangan Donald Trump sebagai Presiden Terpilih pada Amerika Serikat (AS) mungkin mengakibatkan dampak signifikan bagi sektor ekonomi global. Apalagi Trump disebut akan menetapkan kebijakan tarif impor tinggi terhadap China yang dimaksud dianggap sebagai bentuk proteksionisme. Kenaikan tarif yang disebutkan dinilai dapat memaksa perusahaan multinasional untuk merelokasi rantai pasoknya, meningkatkan biaya produksi, lalu mengempiskan keuntungan.
Dampak kebijakan Trump disebut akan mempengaruhi Indonesi sebagai pemain besar pada Asia Tenggara. Trump disinyalir akan melakukan pertempuran dagang baru yang digunakan dapat mengganggu rantai pasok global, memperlambat peningkatan perekonomian dunia, serta menciptakan ketidakpastian ke pasar. Hal yang disebutkan dapat menekan arus pembangunan ekonomi lintas negara, yang mana pada akhirnya mempengaruhi pengembangan kemudian perkembangan sektor ekonomi dalam berubah-ubah kawasan, salah satunya Indonesia.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Eko Listiyanto, berpendapat bahwa kebijakan proteksionisme yang mana akan diwujudkan oleh Trump, diantaranya di dalam dalamnya dengan meninggikan tarif impor besar terhadap China, bisa jadi menekan perdagangan global serta mengakibatkan perlambatan sektor ekonomi dunia.
“Proteksionisme cenderung menurunkan besar perdagangan global. Ketika perekonomian global melambat, semua indikator akan terdampak, di antaranya nilai tukar dan juga optimisme pelaku ekonomi,” ujar Eko, dalam Jakarta, hari terakhir pekan (29/11/2024).
Eko membeberkan tambahan lanjut skenario dampak kebijakan yang dimaksud memiliki dampak bagi Amerika Serikat serta China. Inflasi ke Negeri Paman Sam diperkirakan akan meningkat seiring kenaikan tarif, sementara China diprediksi akan mengalihkan pangsa ekspornya ke kawasan lain. “Untuk dampak ke Indonesi dengan segera saya rasa masih kecil, lantaran Indonesia belum dianggap mitra strategis. Namun kita menganggap memang benar porsi Negeri Paman Sam itu nomor dua terbesar berdasarkan mitra dagang Tanah Air juga Amerika, pasca China.” jelas Eko.
Namun, Eko menyimpulkan terdapat risiko lain yang tersebut harus diantisipasi, yaitu pengalihan komoditas China ke Asia Tenggara, di antaranya ke Nusantara yang digunakan dapat menekan impor lokal. “Produk-produk China yang tidak ada dapat masuk ke Negeri Paman Sam kemungkinan akan membanjiri wilayah Asia Tenggara, satu di antaranya ke Indonesia. Ini adalah bermetamorfosis menjadi tantangan untuk menguatkan sektor ekonomi domestik kita agar masih kompetitif,” katanya.
Meski begitu, Eko optimistis bahwa dampak yang dimaksud dapat diminimalisir bila Negara Indonesia menguatkan kemampuan ekonomi domestiknya. “Pada konflik dagang pertama, kita juga terkena dampaknya, tapi kita kekal mampu bertambah di dalam kisaran 5 persen,” tambahnya. Eko menganggap Nusantara memiliki prospek besar ke sektor investasi. Menurutnya, konflik dagang ini menyebabkan pemodal asing mulai mencari alternatif selain China, lalu Nusantara mampu berubah menjadi tujuan mereka.
“Ketika Trump terpilih, penanam modal mulai cemas dengan stabilitas dalam China. Hal ini kesempatan Negara Indonesia sebagai negara besar. Korea Selatan, misalnya, adalah salah satu negara dengan pembangunan ekonomi besar dalam China yang digunakan pada saat ini mulai mengalihkan pembangunan ekonomi ke negara lain, seperti ke Vietnam,” jelas Eko. Namun, Indonesi harus bersaing ketat dengan negara-negara ASEAN seperti Vietnam, yang digunakan infrastrukturnya lebih banyak siap. “Tapi sistem demokrasi kita punya daya tawar. Vietnam tak demokratis, sehingga politiknya berisiko berubah secara drastis. Penanaman Modal ke Nusantara lebih banyak menjanjikan di jangka panjang akibat stabilitas ini,” jelas Eko.
Sementara itu, Co-Founder Tumbuh Makna, Benny Sufami, menyimpulkan justru dinamika global yang mana akan terjadi dapat menggerakkan berbagai peluang. Ia mengumumkan bahwa ketidakpastian global akibat skenario kebijakan Trump tentunya wajib disikapi dengan bijak dengan menggalakkan perencanaan yang dimaksud strategis, salah satunya melalui diversifikasi portofolio.
“Investor harus mendiversifikasi aset ke instrumen aset kelas pendapatan kekal atau obligasi. Ini adalah penting untuk menghadapi volatilitas lingkungan ekonomi akibat kebijakan proteksionisme,” ujarnya. Menurut Benny, salah satu dampak kebijakan Trump adalah transformasi rantai pasok global. Hal ini membuka prospek bagi sektor manufaktur kemudian ekspor Indonesia. “Produksi yang sebelumnya terpusat pada China pada saat ini mulai berpindah ke negara lain, diantaranya Indonesia. Pemodal bisa saja fokus pada emiten yang digunakan berorientasi ekspor dengan prospek lingkungan ekonomi ke Amerika Serikat atau mitra dagang lainnya,” paparnya.
Namun, Benny mengingatkan bahwa kesiapan infrastruktur serta daya saing Nusantara wajib terus ditingkatkan agar kesempatan ini dapat dimanfaatkan secara optimal. Ia juga menyoroti risiko yang muncul dari penguatan dolar AS, yang mana dapat berdampak pada nilai tukar rupiah dan juga sektor berbasis impor.
Selain itu, kebijakan fiskal lalu moneter Amerika Serikat diprediksi akan membuat sulitnya mencapai target naiknya harga 2% di negeri Paman Sam tersebut, yang tersebut pada akhirnya dapat mempengaruhi kebijakan suku bunga di dalam Indonesia. “Berkurangnya peluang penurunan suku bunga di pada negeri bermetamorfosis menjadi risiko bagi beberapa sektor. Oleh dikarenakan itu, penanam modal disarankan untuk mengalokasikan aset pada instrumen pendapatan tetap,” ujar Benny.
Meski menghadapi ketidakpastian global, Benny mengamati potensi besar pada sektor domestik, khususnya di bidang infrastruktur, digitalisasi, kemudian konsumsi. “Sektor infrastruktur lalu digitalisasi memiliki prospek peningkatan yang digunakan stabil. Hal ini pada waktu yang tepat bagi pemodal untuk memanfaatkan peluang reformasi sektor ekonomi domestik,” katanya.
Next Article Video: Menakar Efek Kemenangan gemilang Sementara Donald Trump
Artikel ini disadur dari Trump Jadi Presiden AS, Sektor Investasi Ini Bakal Cerah