Jakarta – Menjalani keberadaan glamor ke ibu kota menjadi impian banyak orang. Ada sejumlah khalayak yang kerja banting tulang demi sanggup merasakan kemewahan tersebut.
Namun, ternyata ada juga yang dimaksud menghalalkan segala cara, bahkan sampai melakukan pencurian uang bank.
Kisah ini muncul di dalam era 1910-an. Ada penduduk Belanda bernama A.M Sonneveld yang terkenal kaya raya kemudian tinggal ke Batavia (kini Jakarta).
Hampir setiap waktu malam ia juga istri bolak-balik tempat hiburan waktu malam dalam pusat kota bernama Societeit Harmoni. Di sana keduanya berpesta lalu menikmati sajian mahal tanpa peduli berapa uang yang dimaksud dihabiskan.
Tiap kali, Sonneveled foya-foya juga hidup mewah, tak ada satupun penduduk curiga. Sebab semua khalayak tahu beliau memang sebenarnya kaya raya.
Ketika tiba ke Batavia, Sonneveld pernah berubah jadi perwira KNIL alias Tentara Hindia Belanda. Berbagai penugasan dikerjakan hingga berhasil penghargaan dari Ratu Belanda.
Setelah pensiun dini, beliau lanjut bekerja di bank swasta terbesar, yakni Nederlandsch Indie Escompto Maatschappi. Di sana, ia bertugas sebagai kepala bagian yang mana mengurusi uang nasabah. Praktis gajinya pun cukup besar.
Atas riwayat pekerjaan demikian semua penduduk tak menaruh rasa curiga sedikitpun terkait asal-usul kekayaan Sonneveld. Sampai akhirnya, sikap yang disebutkan berubah usai berbagai penduduk membaca pemberitaan media pada awal September 1913.
Di awal bulan September mayoritas koran-koran di dalam Hindia Belanda melaporkan tindakan melanggar hukum pegawai bank dalam Batavia. Setelah dibaca tuntas pegawai bank yang disebutkan bernama A.M Sonneveld.
Harian Deli Courant (5 September 1913), misalnya, menulis kalau pria berusia 45 tahun itu terbukti melakukan pencurian uang klien sebesar 122 ribu gulden.
Pembuktian muncul usai pihak Bank Escompto melakukan investigasi internal terkait operasi mencurigakan. Dari di tempat ini kemudian diketahui, Sonneveld melakukan “permainan kotor.”
Pada 1913, 122 ribu gulden sanggup membeli 73 Kg emas sebab diketahui harganya per gram mencapai 1,67 gulden. Artinya, apabila dikonversikan ke masa sekarang, maka 73 Kg emas setara Rp87 miliar (1 gram emas: Rp1,2 juta).
Pada sisi lain, Sonneveld ternyata sudah ada tahu cara kotornya mulai diketahui pihak bank. Maka, terpencil sebelum ditetapkan tersangka, ia kemudian istri telah kabur terlebih dahulu ke luar kota. Polisi lantas menetapkan keduanya sebagai buronan dan juga menyebarluaskan deskripsi fisiknya pada banyak koran juga tempat.
Laporan de Sumatra Post (6 September 1913) mewartakan secara detail ciri fisik Sonneveld, yakni berkulit coklat, berdarah Belanda, ada bekas luka dalam pipi kanan juga lutut, dan juga berusia 45 tahun.
Beruntung, penyebaran informasi berhasil menyebabkan titik terang pelarian pasangan suami istri tersebut. Diketahui, beliau ternyata pergi ke Bandung menggunakan kereta api dari Meester Cornelis (kini Jatinegara).
“Polisi mendeteksi beliau menyewa mobil dari Meester Cornelis serta pergi ke hotel ke Bandung,” tulis pewarta Deli Courant.
Di Bandung, keduanya tak diam dan juga melanjutkan perjalanan lagi ke Surabaya menggunakan kereta api. Harian Bataviaasch Nieuswblad (7 September 1913) melaporkan, selama perjalanan kereta api, Sonneveld sempat bertemu individu teman yang dimaksud bertanya tujuan perjalanannya.
Kepada teman, buronan dari Batavia itu bilang akan pergi ke Hong Kong setibanya di dalam Surabaya. Dalihnya, perjalanan dilaksanakan untuk studi banding ke Bank Escompto cabang Hong Kong. Meski begitu, temannya tahu bahwa itu hanya sekali bualan semata.
Maka, beliau melaporkan cerita ini ke polisi. Alhasil, kepolisian Hindia Belanda bergegas menghubungi polisi Hong Kong. Akhirnya, perjalanan Sonneveld serta istri pun berakhir.
Belum lama menginjakkan kaki dalam daratan Hong Kong, keduanya dengan segera diciduk polisi serta diekstradisi ke Hindia Belanda. Disita pula tas berisi sisa-sisa uang pencurian.
Sesampainya di dalam Indonesia, keduanya segera diadili. Di pengadilan, Sonneveld mengaku melakukan pencurian uang pelanggan untuk memenuhi hasrat hidup mewah. Begitu pula istrinya yang mana mengetahui tindakan suami lalu berupaya menutupi.
Sonneveld lantas dihukum 5 tahun penjara. Sementara istri harus berada di dalam hotel prodeo selama 3 bulan. Kasus Sonneveld kemudian tercatat di sejarah sebagai pencurian terbesar di dalam tahun 1910-an.
Artikel ini disadur dari Suami-Istri Hidup Mewah di Jakarta, Ternyata Rampok Uang Bank Rp 87 M