Ibukota – Indonesia mencatatkan pencapaian luar biasa pada optimalisasi penerimaan pajak dari sektor ekonomi digital, dengan total penerimaan Rp29,97 triliun hingga Oktober 2024.
Pendapatan ini mencakup beraneka sektor, seperti perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE), aset kripto, fintech, kemudian Sistem Data Pengadaan eksekutif (SIPP). Pencapaian ini tak hanya saja menegaskan peran Direktorat Jenderal Pajak (DJP) di mengurus peluang ekonomi digital, tetapi juga mencerminkan kebijakan fiskal yang digunakan adaptif terhadap dinamika teknologi lalu digitalisasi.
Potensi sektor ekonomi digital di Indonesi sendiri terus menunjukkan perkembangan yang digunakan signifikan serta menjanjikan. Pada tahun 2024, ekonomi digital Tanah Air diproyeksikan mencapai nilai Gross Merchandise Value (GMV) sebesar 90 miliar dolar AS, meningkat 13 persen dibandingkan tahun sebelumnya, menjadikannya yang tersebut terbesar dalam Asia Tenggara.
Sektor e-commerce berubah menjadi kontributor utama, dengan didukung oleh layanan keuangan digital yang mana mencatat perkembangan operasi bernilai 404 miliar dolar AS. Ekspansi digital juga terjadi pada sektor perjalanan, pengiriman makanan, dan juga media online.
Selain itu, proyeksi jangka panjang menunjukkan bahwa pada tahun 2030, nilai dunia usaha digital Indonesia dapat mencapai 210 miliar hingga 360 miliar dolar AS, atau setara dengan Rp5.800 triliun. Peluang ini didukung oleh demografi yang tersebut besar, penetrasi internet yang dimaksud terus meningkat, dan juga adopsi teknologi yang mana meluas. Perkembangan ini juga menunjukkan transformasi pola konsumsi rakyat Negara Indonesia ke arah digitalisasi yang tersebut lebih besar luas.
Konteks sektor ekonomi digital
Ekonomi digital tumbuh pesat seiring dengan perubahan struktural teknologi yang dimaksud mengubah pola konsumsi global.
Di Indonesia, penetrasi internet yang dimaksud tinggi dan juga peningkatan operasi e-commerce telah dilakukan menciptakan peluang besar di pengumpulan pajak. Hal ini menuntut pemerintah untuk menyesuaikan kebijakan fiskalnya agar tak semata-mata relevan dengan inovasi teknologi, tetapi juga menciptakan kesetaraan antara pelaku usaha digital dan juga konvensional.
Ekonomi digital bukan hanya sekali meningkatkan efisiensi ekonomi, tetapi juga membuka prospek bagi pengembangan sektor-sektor baru, seperti fintech, SaaS (Software as a Service), kemudian teknologi AI. Indonesia, dengan strategi yang mana tepat, mempunyai peluang untuk berubah menjadi salah satu pemimpin dunia usaha digital global di beberapa tahun mendatang.
Kepercayaan konsumen di layanan digital juga berubah menjadi pendorong utama pertumbuhan. Platform-platform digital pada Indonesia mengutamakan keamanan, seperti enkripsi kemudian autentikasi dua faktor. Ditambah lagi, teknologi berbasis Kecerdasan Buatan digunakan untuk mengidentifikasi penipuan, meningkatkan kenyamanan serta kepercayaan pengguna.
Strategi serta implementasi
Ekonomi digital memiliki peran signifikan pada sektor perpajakan sebab sifatnya yang dinamis kemudian potensinya yang digunakan besar untuk menciptakan basis pajak baru. Transformasi digital di kegiatan ekonomi menciptakan potensi baru bagi otoritas pajak untuk meningkatkan penerimaan negara sekaligus menghadirkan tantangan di pengawasan serta penegakan pajak.
Beberapa strategi yang dimaksud sudah ada direalisasikan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) pada rangka optimalisasi penerimaan negara dari sektor perpajakan dunia usaha digital, antara lain penunjukan pemungut pajak, pajak kripto, pajak fintech dan juga SIPP, juga peningkatan kepatuhan pajak.
DJP telah lama menunjuk 193 pelaku perniagaan PMSE sebagai pemungut Pajak Pertambahan Kuantitas (PPN) hingga Oktober 2024. Sebanyak 170 pada antaranya telah lama bergerak memungut juga menyetor pajak senilai Rupiah 23,77 triliun, yang dimaksud menunjukkan peran vital jaringan digital di partisipasi fiskal.
Pemerintah juga berhasil menghimpun Rp942,88 miliar dari pajak aset kripto, terdiri dari PPh 22 menghadapi kegiatan jual beli kripto lalu PPN melawan operasi pembelian.
Terkait pajak fintech kemudian SIPP, pajak dari sektor fintech (peer-to-peer lending) menyumbang Rp2,71 triliun, sementara penerimaan dari pajak SIPP mencapai Rp2,55 triliun.
Kemudian di hal peningkatan kepatuhan pajak, strategi edukasi, transparansi kebijakan, dan juga pemanfaatan teknologi digital, seperti sistem monitoring berbasis AI, membantu meningkatkan kepatuhan wajib pajak di sektor perekonomian digital.
Benchmarking global
Para pakar global, seperti Joseph Stiglitz, menyoroti pentingnya reformasi pajak pada era digital untuk mengurangi praktik penghindaran pajak. Di sisi lain, teori keadilan pajak yang digunakan dikemukakan Adam Smith juga masih relevan untuk menciptakan level playing field, seperti yang digunakan diterapkan DJP melalui regulasi PMSE.
Berdasarkan pandangan dari para pakar tersebut, adaptasi regulasi terhadap perkembangan teknologi mampu meningkatkan penerimaan negara tanpa menghambat inovasi. Namun, harus diakui bahwa masih ada tantangan, seperti kurangnya pemahaman wajib pajak tentang regulasi baru kemudian pengawasan terhadap operasi lintas batas.
Sementara dari beberapa hasil benchmarking terhadap negara-negara lain pada bola yang mana sudah pernah berhasil menghimpun penerimaan negara dari sektor perpajakan digital, antara lain Uni Eropa yang menerapkan regulasi pajak digital yang tersebut memaksa raksasa teknologi, seperti Google lalu Amazon, untuk membayar PPN berhadapan dengan kegiatan lintas negara, mirip dengan kebijakan PMSE di dalam Indonesia. Selanjutnya India juga memperkenalkan equalization levy untuk proses digital, meyakinkan semua pelaku usaha, baik domestik maupun internasional, membayar pajak yang digunakan sesuai. Berikutnya adalah Australia, dimana negara ini juga memungut pajak menghadapi layanan digital internasional sejak 2017, dan juga hal itu juga berubah jadi referensi bagi kebijakan Indonesia.
Ekonomi digital memberikan kesempatan besar bagi sektor perpajakan untuk meningkatkan penerimaan juga efisiensi, namun memerlukan strategi khusus untuk mengatasi tantangan pengawasan lalu kepatuhan. Dengan kebijakan yang dimaksud tepat, sektor pajak dapat memanfaatkan kegiatan ekonomi digital sebagai sumber daya penting bagi konstruksi negara.
Keberhasilan DJP pada menghimpun pajak dari kegiatan ekonomi digital hingga Rp29,97 triliun sampai dengan Trwiulna IV 2004 adalah bukti bahwa kebijakan fiskal adaptif dapat mengakomodasi pembaharuan ekonomi global. Dengan terus menguatkan kebijakan kemudian meningkatkan literasi pajak, Negara Indonesia dapat memaksimalkan kemungkinan sektor ekonomi digital untuk mengupayakan pengerjaan berkelanjutan.
Namun demikian di konteks globalisasi, kolaborasi internasional juga diperlukan terus diwujudkan untuk meningkatkan pengawasan juga pertukaran data dimana salah satunya dengan berpartisipasi pada framework global, misalnya bergabung dengan kesepakatan internasional, seperti OECD/G20 Inclusive Framework on BEPS untuk mengatasi tantangan perpajakan perekonomian digital global.
Langkah ini membantu menetapkan tarif minimum pajak global bagi perusahaan multinasional. Hal lainnya yang dapat didorong adalah menggalakkan Perjanjian Pajak Saling Menguntungkan melalui penguatan perjanjian dengan negara lain untuk meyakinkan kepatuhan perpajakan dari perusahaan asing yang beroperasi dalam Indonesia.
*) Dr. M. Lucky Akbar, S.Sos, M.Si, Kepala Kantor Pengolahan Angka juga Dokumen Perpajakan Jambi
Artikel ini disadur dari Strategi DJP tingkatkan penerimaan pajak ekonomi digital