Pelaku bursa kelihatannya mengantisipasi prospek pelambatan sektor ekonomi global ke depan sebab mengawasi data Negeri Paman Sam semalam seperti data klaim tunjangan pengangguran yang digunakan meningkat, data PMI manufaktur yang masuk ke fase kontraksi
Semarang –
Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat pada perdagangan Hari Jumat turun seiring pangsa mengantisipasi prospek pelambatan kegiatan ekonomi bola ke depan.
Pada awal perdagangan hari terakhir pekan pagi, rupiah tergelincir 38 poin atau 0,23 persen bermetamorfosis menjadi Rp16.275 per dolar Amerika Serikat dari sebelumnya sebesar Rp16.237 per dolar AS.
"Pelaku pangsa kelihatannya mengantisipasi kemungkinan pelambatan ekonomi global ke depan akibat mengamati data Amerika Serikat semalam seperti data klaim tunjangan pengangguran yang mana meningkat, data PMI manufaktur yang digunakan masuk ke fase kontraksi," kata pengamat lingkungan ekonomi uang Ariston Tjendra pada waktu dihubungi ANTARA di Jakarta, Jumat.
Klaim tunjangan pengangguran Amerika Serikat (AS) pada pekan yang mana berakhir 27 Juli naik menjadi 249 ribu. Angka yang dimaksud lebih banyak lebih tinggi dari perkiraan 236 ribu juga kenaikan mingguan sebelumnya sebesar 235 ribu.
Sementara PMI manufaktur ISM (ISM manufacturing PMI) Negeri Paman Sam masih berada pada fase kontraksi, yakni sebesar 46,8.
Pagi ini terlihat indeks dolar Negeri Paman Sam menguat lagi ke level 104,40. Hal itu disebabkan oleh sentimen pangsa terhadap aset berisiko yang digunakan negatif.
Selain itu, sikap Bank Sentral Negeri Sakura yang akan meningkatkan suku bunga juga mampu melambatkan sektor ekonomi Jepang. Di Eropa, data PMI manufaktur Jerman juga masih di fase kontraksi. Sementara konflik tensi tinggi di dalam Timur Tengah juga menambah kegelisahan pasar.
Ariston memprediksi kemungkinan pelemahan rupiah kembali ke area Rp16.300 per dolar AS, dengan prospek support di dalam sekitar Rp16.200 per dolar Negeri Paman Sam hari ini.
Artikel ini disadur dari Rupiah turun seiring pasar antisipasi potensi pelambatan ekonomi dunia