Ibukota Indonesia – eksekutif akan menguatkan resiliensi perekonomian domestik usai Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menolak kesepakatan Solusi Dua Pilar Pajak Global.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan Nusantara akan menghormati langkah yang digunakan akan diambil Amerika Serikat dengan presiden terpilihnya. Namun, mengingat Negeri Paman Sam adalah negara yang mana miliki pengaruh besar maka dampaknya mampu merembet ke seluruh dunia.
“Mengenai kesulitan pajak atau tarif, kami akan mengawasi bagaimana Presiden Trump akan memberlakukan bermacam kebijakan yang digunakan sudah dijanjikan. Kemudian, kami terus memperbaiki kemudian menguatkan resiliensi dari perekonomian kita,” kata Sri Mulyani pada konferensi pers Komite Kelancaran Sistem Keuangan (KSSK) ke Jakarta, Jumat.
Kementerian Keuangan akan berkoordinasi erat dengan Bank Negara Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), lalu Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk menegaskan kestabilan sistem keuangan di negeri.
Lebih dari itu, pemerintah juga otoritas terkait juga akan menggerakkan kebijakan yang dimaksud mencapai tujuan ekonomi, seperti menggalakkan pertumbuhan, menciptakan lapangan kerja, juga mewujudkan keadilan pembangunan ke seluruh wilayah Republik Indonesia.
Salah satu kesepakatan pajak global yaitu terkait dengan penerapan pajak minimum global atau global minimum tax (GMT).
Wajib pajak badan yang mana merupakan bagian dari grup perusahaan multinasional dengan hasil penjualan konsolidasi global sedikitnya 750 jt Euro akan dikenakan pajak minimum global dengan tarif 15 persen.
Saat ini, terdapat lebih tinggi dari 40 negara yang telah dilakukan mengimplementasikan ketentuan tersebut, dengan mayoritas negara menerapkan pada tahun 2025.
Indonesia turut menerapkan kesepakatan pajak minimum global pada tahun pajak 2025, sebagaimana yang digunakan diatur pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136 Tahun 2024 yang tersebut diteken oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 31 Desember 2024.
Adapun secara umum, arah kebijakan Amerika Serikat pada bawah kepemimpinan Trump berpengaruh pada ketidakpastian bursa keuangan global. Kuatnya dunia usaha Amerika Serikat dengan lingkungan ekonomi tenaga kerja yang membaik, juga dampak kebijakan tarif menahan langkah-langkah disinflasi di dalam Amerika Serikat yang mana meningkatkan ketidakpastian terhadap ekspektasi penurunan Fed Funds Rate (FFR).
Kebijakan fiskal Negeri Paman Sam yang tersebut lebih tinggi ekspansif menyokong yield US Treasury masih tinggi, baik pada tenor jangka pendek maupun panjang. Bersamaan dengan ketegangan urusan politik global yang digunakan meningkat, preferensi pemodal makin besar terhadap aset keuangan AS. Angka mata uang dolar Negeri Paman Sam (DXY) masih berada di tren meningkat yang semakin menambah tekanan pelemahan bermacam mata uang dunia.
Untuk 2025, IMF memprediksi pertumbuhan dunia usaha global tahun 2025 stagnan sebesar 3,3 persen yoy.
Di sisi lain, kebijakan Presiden Trump yang mana diinformasikan pasca pelantikan dipandang lebih lanjut moderat dibandingkan yang tersebut diprakirakan sebelumnya oleh pasar.
Pemerintah akan terus memantau perkembangan dinamika yang dimaksud ke depannya.
Artikel ini disadur dari RI perkuat ekonomi usai Trump tolak kesepakatan pajak global