DKI Jakarta – Pengamat pajak Center for Tanah Air Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menyatakan pemerintah harus menegaskan penerimaan negara tambahan dari kenaikan tarif PPN berubah jadi 12 persen harus kembali disalurkan ke masyarakat.
"Kenaikan tarif PPN berubah menjadi 12 persen pastinya akan memunculkan tambahan penerimaan yang mana besar. Dari itu, pemerintah diperlukan melakukan konfirmasi apabila tambahan penerimaan yang dimaksud disalurkan ke penduduk kelas menengah ke bawah, baik pada bentuk infrastruktur masyarakat maupun jaminan sosial," kata Fajry pada waktu dihubungi ANTARA di dalam Jakarta, Jumat.
Menurutnya, pemerintah harus memberikan keuntungan yang digunakan lebih tinggi sejumlah ke kelompok warga menengah ke bawah usai mengimplementasikan kebijakan PPN 12 persen.
Sebagai contoh, lanjut dia, bila kenaikan pajak yang tersebut dibayarkan penduduk menengah-bawah ke pemerintah sebesar Rp200, maka pemerintah penting memulihkan ke kelompok ini dengan khasiat senilai Rp250.
"Sebuah kondisi yang better of bagi warga kelas menengah-bawah," ujarnya.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti mengusulkan pemberian subsidi tingkat suku bunga kredit dalam bank, beasiswa sekolah, hingga insentif usaha guna menghurangi efek tekanan masyarakat dari kebijakan PPN 12 persen.
Dia berpendapat insentif untuk mulai industri penting untuk dijalankan guna menyavoid risiko perekonomian yang tersebut terkontraksi.
Sementara, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengusulkan penebalan bansos juga insentif sebagai solusi meredam tekanan dari kenaikan tarif PPN.
Kebijakan bansos dinilai dapat membantu mengimbangi penurunan daya beli warga akibat kenaikan biaya barang serta jasa.
Sementara, pemberian insentif pajak atau pengurangan pajak untuk bidang usaha kecil, mikro, kemudian menengah (UMKM) bisa saja membantu pelaku bidang usaha pada menyesuaikan diri dengan peningkatan beban pajak. Dia meyakini insentif seperti ini dapat menyokong daya saing UMKM dan juga menjaga dari penurunan produktivitas akibat biaya tambahan.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) berubah menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025 akan datang terus dijalankan sesuai mandat undang-undang (UU).
Salah satu pertimbangannya adalah anggaran pendapatan serta belanja negara (APBN) yang tersebut harus dijaga kesehatannya, serta pada ketika yang digunakan sama, juga mampu berfungsi merespons berubah-ubah krisis.
Namun, pada implementasinya nanti, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan berhati-hati dan juga berupaya memberikan penjelasan yang dimaksud baik terhadap masyarakat.
"Sudah ada UU-nya. Kami wajib menyiapkan agar itu (PPN 12 persen) mampu dijalankan tapi dengan penjelasan yang tersebut baik," tuturnya.
Artikel ini disadur dari Pemerintah harus jamin penerimaan PPN 12 persen kembali ke rakyat