DKI Jakarta – Sejumlah ekonom memohon pemerintah untuk mengimbangi aturan baru Devisa Hasil Ekspor Informan Daya Alam (DHE SDA) dengan mengakomodasi berubah-ubah saran dari seluruh pemangku kepentingan (stakeholders), mengingat keperluan melawan penyelenggaraan devisa di setiap sektor berbeda.
Aturan baru DHE SDA yang disebutkan akan mewajibkan eksportir menempatkan sebesar 100 persen DHE SDA di Nusantara dengan periode minimal selama satu tahun. Kebijakan DHE SDA sebelumnya mewajibkan para eksportir menempatkan minimal 30 persen dari DHE SDA dengan jangka waktu minimal tiga bulan.
Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menyatakan di "Diskusi Publik: Evaluasi Kritis 100 Hari Pemerintahan Prabowo Sektor Ekonomi" pada Jakarta, Rabu, bahwa pemerintah penting melibatkan para pelaku usaha pada perumusan kebijakan pemidanaan DHE SDA di Indonesia agar dapat disesuaikan menurut bidang ekspor masing-masing.
Ia menuturkan bahwa devisa juga dibutuhkan oleh para eksportir untuk membeli substansi baku, membayar utang, serta menjalankan operasional perusahaan, yang digunakan mana keinginan mengenai hal yang dimaksud berbeda ke per individu perseroan.
“Jadi, memang sebenarnya di konteks ini pemerintah harus betul-betul bicara dengan globus usaha. Kalau perlu, formulanya tergantung sektor, misalnya sektor CPO (kelapa sawit) juga sektor mining (pertambangan), kedua sektor ini dibikin (aturan DHE) berbeda lantaran masing-masing sektor itu mempunyai model kegiatan bisnis yang berbeda,” jelas Wijayanto Samirin.
Ia menyarankan bahwa pembaharuan nominal lalu periode penyimpanan DHE SDA di dalam Nusantara sebaiknya dikerjakan secara bertahap, dari yang tersebut saat ini ditempatkan sebesar 30 persen selama minimal 3 bulan menjadi 30 persen selama minimal satu tahun atau 50 persen selama minimal 6 bulan.
Jika diterapkan kenaikan yang signifikan, ia justru gelisah akan berjalan aliran modal meninggalkan asing (capital outflow) sebelum aturan yang dimaksud diberlakukan sepenuhnya, dikarenakan para eksportir masih membutuhkan penempatan devisa pada bentuk dolar Amerika Serikat pada luar negeri untuk menyelesaikan kewajiban mereka, misalkan pembayaran komponen baku yang digunakan diimpor.
“Capital outflow itu akan muncul sebelum (aturan baru) itu diberlakukan sebab dia (pengusaha) harus dolar Negeri Paman Sam ke luar (negeri) untuk settle (menyelesaikan) kewajiban-kewajiban dia oleh sebab itu penerimaan (devisa) di masa mendatang sudah ada akan ditahan,” kata Wijayanto.
Sementara pada kesempatan yang tersebut berbeda, Analis Kebijakan Perekonomian Asosiasi Pengusaha Nusantara (Apindo) Ajib Hamdani menyatakan bahwa pemerintah wajib memberikan insentif yang tepat juga mengakomodasi masukan dari seluruh stakeholders terkait aturan baru tersebut.
Ia mengungkapkan di pernyataan tertulisnya dalam Jakarta, Rabu, bahwa upaya yang dimaksud penting direalisasikan agar aturan baru DHE yang dimaksud tiada mengakibatkan dampak negatif terhadap para pelaku industri.
“Agar tak mengalami kontraksi perekonomian dan juga kontraproduktif terhadap investasi, pemerintah harus mengimbangi dengan insentif yang dimaksud tepat dan juga mengakomodir masukan dari seluruh stakeholders,” ujar Ajib Hamdani.
Artikel ini disadur dari Pemerintah diminta imbangi aturan baru DHE sesuai saran “stakeholders”