Ibukota – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan decentralized finance (DeFi), yang tersebut merupakan lingkungan aplikasi mobile keuangan berbasis blockchain serta dapat beroperasi tanpa otoritas pusat seperti bank atau institusi keuangan lainnya, memiliki kemungkinan meningkatkan inklusi keuangan.
"OJK memandang DeFi sebagai tantangan juga juga sebagai potensi di habitat keuangan. DeFi yang dimaksud beroperasi melalui blockchain memiliki peluang untuk meningkatkan inklusi keuangan, transparansi juga efisiensi," kata Kepala Eksekutif Pengawas Bank OJK Dian Ediana Rae di dalam Jakarta, Senin.
Dian menuturkan implementasi DeFi ke Nusantara memiliki potensi untuk berkembang, teristimewa bagi komunitas yang tersebut belum memiliki akses ke layanan perbankan formal atau rakyat yang tersebut ingin mendapatkan kesempatan juga faedah lain.
Berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi kemudian Inklusi Keuangan (SNLIK) 2024, tingkat inklusi keuangan ke Tanah Air ketika ini sebesar 75,02 persen kemudian indeks literasi keuangan 65,43 persen.
Sementara, melalui Blueprint Payment System 2024-2045, Bank Indonesia (BI) memiliki target untuk menghadirkan 91,3 jt unbanked dan juga 92,9 jt usaha mikro, kecil, dan juga menengah (UMKM) ke di sektor ekonomi kemudian keuangan formal secara berkelanjutan melalui digitalisasi.
Menurut Dian, perkembangan DeFi dipicu oleh adanya faedah dan juga keunggulan teknologi blockchain yang mana dapat meningkatkan efisiensi, fleksibilitas, transparansi serta aksesibilitas terhadap beraneka hasil keuangan.
Namun demikian, sifat DeFi yang decentralized, borderless, dan anonim menghadirkan risiko-risiko seperti pencucian uang, pembiayaan teroris, volatilitas pasar, serta isu mengenai pelindungan konsumen. Selain itu, pemanfaatan pinjaman melalui DeFi ke Tanah Air masih terbatas dari segi kegunaannya.
OJK akan terus mencermati perkembangan DeFi ini khususnya untuk sektor perbankan, serta bagaimana potensinya untuk mendistorsi lembaga perbankan yang ada.
Meskipun kegiatan berbasis blockchain mulai berkembang, namun masih terbatas pada sektor investasi, teristimewa pada bentuk aset kripto. Sektor-sektor lainnya, seperti pembayaran atau pinjaman berbasis blockchain, belum diterima secara luas dalam Nusantara mengingat cryptocurrency bukan legitimate sebagai alat pembayaran berdasarkan konstitusi Indonesia.
Sebagian besar penduduk Negara Indonesia bertransaksi melalui sistem keuangan tradisional yang berbasis fiat. Oleh sebab itu, OJK akan lebih besar dulu fokus mempelajari dampak dan juga risiko dari DeFi, juga secara bertahap menjajaki langkah-langkah regulasi yang tersebut diperlukan.
Selain itu, OJK juga menyadari pentingnya meningkatkan literasi warga terkait teknologi blockchain, salah satunya melakukan kegiatan di dalam pada biosfer DeFi.
Dian mengemukakan teknologi blockchain pada waktu ini sudah ada berubah menjadi bagian dari pengembangan yang tersebut direalisasikan bank di megimplementasikan beragam emerging technology untuk menggalang kegiatan bisnis bank, agar mampu bersaing di dalam era digital.
Untuk menggalang akselerasi perubahan fundamental digital perbankan diantaranya implementasi beraneka emerging technology, OJK telah terjadi menerbitkan bervariasi roadmap, panduan dan juga pengaturan antara lain Cetak Biru Transformasi Digital Perbankan, Buku Panduan Resiliensi Digital, Peraturan OJK (POJK) Nomor 11 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Teknologi Berita oleh Bank Umum.
Kemudian, ada juga Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 29 Tahun 2022 tentang Ketahanan juga Ketenteraman Siber bagi Bank Umum, kemudian SEOJK Nomor 24 Tahun 2023 tentang Penilaian Level Maturitas Digital Bank Umum, serta ke depan juga akan diterbitkan Pedoman Tata Kelola Teknologi AI di dalam Bidang Perbankan.
Di samping itu, OJK sedang mempersiapkan peralihan tugas pengaturan juga pengawasan aset keuangan digital kemudian aset kripto dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) ke OJK.
OJK melaksanakan sejumlah inisiatif antara lain yaitu berkoordinasi dengan Bappebti, menyusun POJK kemudian SEOJK terkait penyelenggaraan perdagangan aset kripto, menyiapkan perangkat infrastruktur sistem informasi, menyusun buku panduan transisi lalu pedoman pengawasan, juga koordinasi dengan seluruh stakeholder pada rangka menguatkan pengawasan terhadap aset keuangan digital lalu aset kripto.
Artikel ini disadur dari OJK: “Decentralized finance” berpotensi tingkatkan inklusi keuangan