Jakarta – Rendahnya nomor penetrasi asuransi di penduduk berlangsung seiring dengan masih lemahnya dukungan permodalan terhadap sektor reasuransi ke Indonesia.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penetrasi asuransi tercatat semata-mata sebesar 2,59% terhadap hasil domestik bruto (PDB) per tahun 2023.
Melihat fenomena ini, Direktur Penguraian dan juga Teknologi Data Tanah Air Re Beatrix Santi Anugrah menyinggung adanya disparitas antara peningkatan premi asuransi dengan kemampuan permodalan bidang pendukungnya, yaitu reasuransi.
Sebagaimana diketahui, pada waktu ini terdapat sembilan perusahaan reasuransi di dalam pada negeri. Dari kesembilannya, keseluruhan ekuitas yang diakumulasi baru mencapai Rp7,93 triliun.
Kemampuan permodalan yang dimaksud masih terpencil di dalam bawah total outstanding pendapatan premi asuransi komersial. Bila menyampaikan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), angkanya mencapai Rp271,63 triliun per Oktober 2024.
Padahal, perusahaan asuransi berperan untuk membantu perusahaan asuransi membagi risiko yang ditanggung. Reasuransi juga penting untuk melindungi aset keuangan perusahaan asuransi dari risiko kerugian.
“Bagaimana mungkin, penetrasi itu dapat tumbuh, kepastian berbisnis perusahaan asuransi-asuransi bisa saja tumbuh, padahal backup-nya, perusahaan reasuransinyanya itu gak ada?” kata Beatrix pada acara Media Massa LIteracy, di dalam Kota Bogor, Selasa, (17/12/2024).
“Kita (perusahaan asuransi Indonesia) kan mesti lari ke luar. Kapasitas serta kapabilitas pada luar juga kita gak bisa jadi tandingin,” tambahnya.
Persoalan yang dimaksud identik pun sempat dibahas Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan serta Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono. Ia mengatakan, proporsi premi reasuransi ke luar negeri terhadap total premi asuransi naik dari 34,8% di dalam tahun 2022 ke 3,81% di tahun 2023.
Selain itu, neraca pembayaran untuk sektor asuransi tercatat masih negatif akibat operasi reasuransi ke luar negeri yang dimaksud lebih lanjut besar. Buktinya, pada tahun 2023, neraca pembayara sektor asuransi tercatat minus Rp10,2 triliun atau mengalami penurunan 28,22% berbeda dengan dengan nilai defisit pada tahun 2022.
“Rangkaian data statistik yang dimaksud merupakan indikasi bahwa kerangka bidang rehabilitasi yang mana fit pada waktu ini oleh pelaku lokal masih harus dikembangkan secara optimal juga berkelanjutan,” ungkap Ogi pada paparannya ke acara Negara Indonesia Re International Conference (IIC), di Jakarta, Rabu, (24/7/2024).
Sebagaimana diketahui, pada waktu ini terdapat 8 perusahaan reasuransi konvensional serta 1 perusahaan reasuransi syariah pada Indonesia. Mereka antara lain, Tanah Air Re, Orion Reasuransi, Reasuransi Nasional, Tugu Reasuransi, Marein Reasuransi, Maipark Reasuransi, Reasuransi Nusantara, Reindo Syariah dan juga InaRe.
Dari segi kinerjanya, sektor reasuransi konvensional mencatatkan data premi sebesar Rp19,51 triliun per Oktober 2024, sedangkan syariah mencatat besaran Rp731 miliar.
Sementara total klaim sektor reasuransi konvensional tercatat sebesar Rp8,89 triliun lalu syariah di level Rp816 miliar.
Next Article Ekonomi Hijau Punya Risiko, Ini adalah Pesan Kadin Buat Organisasi Reasuransi
Artikel ini disadur dari Masyarakat RI Masih Belum Minat Beli Asuransi, Apa Kabar Reasuransi?