DKI Jakarta – Ekonom Lembaga Penyelidikan Sektor Bisnis dan juga Publik (LPEM) Fakultas Kondisi Keuangan dan juga Bisnis (FEB) Universitas Negara Indonesia (UI) Teuku Riefky mengharapkan Bank Indonesia (BI) menahan suku bunga di dalam hitungan 6 persen pada Rapat Dewan Pemuka (RDG) pada Januari 2025.
Dalam keterangannya yang mana diterima pada Jakarta, Rabu, ia memaparkan bahwa pemidanaan suku bunga Bank Indonesia yang dimaksud diperlukan untuk menopang rupiah yang masih berada di dalam bawah tekanan sepanjang Desember 2024.
Ia menyatakan bahwa tertekannya rupiah teristimewa lantaran revisi ekspektasi bahwa bank sentral Amerika Serikat The Fed akan menurunkan suku bunga hanya saja dua kali pada 2025, dibandingkan dengan proyeksi sebelumnya yaitu empat kali penurunan suku bunga.
“Penyesuaian ini mencerminkan kenaikan harga yang dimaksud masih lebih tinggi pada Amerika Serikat dan juga prospek dampak kenaikan harga dari kebijakan-kebijakan yang kemungkinan besar diambil oleh presiden terpilih Trump,” jelasnya.
Riefky menuturkan meskipun The Fed menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin ke kisaran 4,25 persen hingga 4,5 persen pada penghadapan Federal Open Market Committee (FOMC) Desember 2024, arus pergi dari modal dari pangsa negara berkembang, diantaranya Indonesia, masih berlanjut.
Pihaknya mencatatkan bahwa sejak pertengahan Desember 2024 hingga pertengahan Januari 2025, arus modal meninggalkan dari Nusantara mencapai 750 jt dolar Amerika Serikat (Rp12,22 triliun, kurs per Rabu 1 dolar Amerika Serikat = Rp16.292).
Angka yang disebutkan terdiri menghadapi 120 jt dolar Amerika Serikat (Rp1,96 triliun) yang dimaksud pergi dari dari pangsa obligasi juga 630 jt dolar Amerika Serikat (Rp10,26 triliun) yang tersebut pergi dari dari pangsa saham.
Selama periode tersebut, Riefky memaparkan bahwa rupiah melanjutkan depresiasi, mencapai Rp16.195 per dolar Negeri Paman Sam pada 9 Januari 2025, turun 2,11 persen dari level bulan sebelumnya sebesar Rp15.860 per dolar AS.
Sementara secara year-to-date (ytd), rupiah terdepresiasi sebesar 0,67 persen, berkinerja lebih tinggi buruk dibandingkan sebagian besar mata uang negara berprogres lainnya, salah satunya peso Argentina, ringgit Malaysia, rand Afrika Selatan, rupee India, peso Filipina, lira Turki, real Brasil, serta rubel Rusia.
Berbagai mata uang negara tumbuh yang dimaksud semuanya mencatatkan pelemahan yang mana tambahan kecil atau bahkan penguatan terhadap dolar AS.
Walau demikian, kinerja rupiah setara dengan yuan Tiongkok, tapi sedikit tambahan baik dibandingkan baht Thailand, yang mana mengalami depresiasi sebesar 0,90 persen ytd.
“Kami meninjau bahwa Bank Nusantara harus mempertahankan suku bunga BI tidaklah berubah ke level 6 persen pada pertandingan Dewan Kepala daerah pertama ke tahun 2025 untuk menjaga dari rupiah melemah tambahan lanjut,” imbuh Teuku Riefky.
Artikel ini disadur dari LPEM UI harap BI tahan suku bunga di 6 persen pada RDG Januari 2025