Jakarta – Krisis sektor perumahan di China yang dimaksud telah dilakukan berlangsung selama lebih besar dari tiga tahun, nampaknya masih akan berlanjut.
Kini, sebab pengembang properti swasta dan juga lokal terus mengalami kemunduran, juga sektor ini semakin didominasi negara. Hal ini menandai pembalikan yang dimaksud mengejutkan bagi lapangan usaha yang dimaksud selama ini bermetamorfosis menjadi ikon perkembangan kegiatan ekonomi China.
Melansir The Wall Street Journal, pengembang properti swasta China terbaru yang mengalami krisis likuiditas adalah Vanke, salah satu pengembang terbesar yang mana tersisa di negara itu. Namun, intervensi negara telah lama mencegahnya dari ambang prospek gagal bayar untuk ketika ini.
Minggu ini, perusahaan itu memproyeksikan kerugian sebesar 45 miliar yuan, setara dengan US$6,3 miliar, untuk tahun 2024. Ketuanya telah dilakukan mengundurkan diri, digantikan oleh ketua pemegang saham terbesarnya, Shenzhen Metro. Perwakilan dari operator kereta bawah tanah milik negara untuk kota selatan Shenzhen yang mana kaya, sekarang bermetamorfosis menjadi hampir setengah dari manajemen senior Vanke. Ia juga akan membeli beberapa proyek dari Vanke.
Obligasi Vanke sudah anjlok di beberapa minggu terakhir, menyokong pemerintah Shenzhen untuk turun tangan. Menurut JPMorgan, perusahaan yang disebutkan memiliki sebesar 33 miliar yuan obligasi yang digunakan jatuh tempo tahun ini.
Pada masa-masa kemakmuran China, pengembang properti swasta mengubah cakrawala kota serta memunculkan cuan besar bagi para pendirinya. Namun, keruntuhan merek telah terjadi bermetamorfosis menjadi hal yang dimaksud biasa di beberapa tahun terakhir. Seperti Evergrande, Country Garden, lalu Sunac termasuk di antara perusahaan-perusahaan terbesar. Masing-masing dari perusahaan-perusahaan yang dimaksud memiliki pemasaran kontrak tahunan lebih besar dari 500 miliar yuan pada tahun-tahun puncaknya.
Namun, The Wall Street Journal menggarisbawahi tindakan hukum Vanke. Meskipun secara resmi tidak perusahaan milik negara, perusahaan ini memiliki hubungan yang mana erat dengan pemerintah. Faktanya, Vanke menelusuri akarnya ke perusahaan milik negara yang didirikan pada tahun 1984 untuk impor juga transaksi jual beli peralatan kantor. Organisasi yang dimaksud kemudian mengikuti gelombang reformasi bursa pada China, berubah jadi salah satu perusahaan saham gabungan pertama pada negara yang dimaksud lalu salah satu dari sedikit perusahaan pertama yang mana tercatat pada Bursa Efek Shenzhen pada tahun 1990-an. Shenzhen Metro menjadi pemegang saham terbesar Vanke pasca konflik penawaran pada tahun 2017.
Baru-baru ini, obligasi Vanke sudah pernah pulih dari tempat terendah, tetapi kemungkinan pengambilalihan penuh oleh negara masih belum pasti. otoritas tempat biasanya enggan menanggung kewajiban pengembang properti yang mana bermasalah. Fokus utama Beijing tampaknya adalah menjamin bahwa rumah yang mana telah dilakukan terjual selesai dan juga dikirim, ketimbang menyelamatkan pengembang sepenuhnya.
Vanke mengalami “lingkaran setan” yang mirip yang tersebut dihadapi para pemain pada bidang properti China, penurunan pemasaran menyebabkan arus kas yang dimaksud lebih besar rendah dan juga utang yang mana tambahan tinggi, yang tersebut pada gilirannya menimbulkan pembeli rumah takut bahwa apartemen yang dimaksud dikontrak tak akan selesai. Penjualan yang tersebut dikontrak sudah anjlok dua pertiga dari puncaknya di dalam tahun 2020. Utang bersih sudah pernah berlipat ganda di lima tahun bermetamorfosis menjadi 252 miliar yuan, sementara kewajiban kontrak, yang tersebut sebagian besar mewakili apartemen yang belum diserahkan, telah terjadi membengkak berubah menjadi 587 miliar yuan.
Karena pembeli rumah yang mana bersikap waspada lebih lanjut memilih pengembang yang mana dapat menjamin serah terima, perusahaan yang digunakan terkait dengan negara semakin bermetamorfosis menjadi satu-satunya taruhan aman mereka. Misalnya, Overseas Land, pengembang milik China, telah dilakukan mengalami penurunan pelanggan semata-mata 10% sejak 2019.
Menurut Citi, di antara 100 pengembang teratas, pangsa lingkungan ekonomi pengembang milik negara naik berubah menjadi 70% pada tahun 2024, dari 32% pada tahun 2019. Perusahaan milik negara, di antaranya kendaraan pembiayaan pemerintah daerah, membeli 85% tanah pada tahun 2024, dibandingkan dengan 61% pada tahun 2021.
Namun demikian, fundamental lingkungan ekonomi kekal suram. Menurut Morgan Stanley, dibutuhkan waktu 24 bulan untuk membersihkan inventaris perumahan ketika ini dalam seluruh kota-kota Tiongkok. Bahkan tambahan buruk dalam kota-kota kecil, yang tersebut memerlukan waktu 28 bulan untuk jual apartemen yang dimaksud tidak ada terjual di sana.
Beijing sudah pernah menjanjikan dukungan lebih tinggi lanjut, tetapi sejauh ini kebijakan yang dimaksud bersifat sepotong-sepotong sebab tidak ada mau menyelamatkan pengembang yang digunakan dianggap bukan bertanggung jawab dikarenakan menghimpun utang yang berlebihan. Seperti yang mana digambarkan oleh hambatan Vanke, ternyata yang dimaksud “terkuat” pun bisa saja tersandung. Dalam dunia usaha Tiongkok tahun 2025, The Wall Street Journal memandang dukungan negara adalah kunci untuk bertahan hidup.
Next Article Fenomena Baru: Crazy Rich RI Beli Mal Berbagai Miliar ke Australia
Artikel ini disadur dari Krisis Properti China Berlanjut, ‘Raksasa’ Ini Jadi Korban Terbaru