Reporter: | Editor:
Kinerja reksadana pada saat ini sedang mengalami penurunan. Hal ini tercermin dari turunnya Angka Aktiva Bersih (NAB) reksadana serta Dana kelolaan atau asset under management (AUM). Meski begitu, banyak analis memprediksi kinerja reksadana pada semester II-2024 masih bertambah positif juga menarik.
CEO Pinnacle Investment Indonesi (PT Pinnacle Persada Investama) Guntur Putra mengatakan, kinerja reksadana terus turun sebab adanya fenomena pengalihan penanaman modal dari reksadana ke Kontrak Pengelolaan Dana (KPD) oleh klien institusi khususnya asuransi. Namun, beliau memprediksi di dalam semester II-2024, pembangunan ekonomi reksadana masih permanen mengejutkan meskipun terdapat ketidakpastian.
“Ketidakpastian yang disebutkan seperti sentimen suku bunga lalu juga dinamika urusan politik mendekati Pilpres Amerika Serikat pada November mendatang,” kata Guntur terhadap Kontan.co.id, Selasa (23/7).
Dia meninjau bahwa prospek reksadana di semester II-2024 cenderung dipengaruhi oleh keadaan makroekonomi global kemudian domestik. Untuk itu, Guntur berharap status naiknya harga dapat tambahan terkontrol dengan adanya pemangkasan suku bunga pada kuartal III-2024, dan juga pemulihan ekonomi dapat memberikan dukungan bagi performa reksadana.
Baca Juga:
“Saya rasa kalau suku bunga turun, maka kinerja semua hasil reksadana bisa jadi kembali menguat atau melakukan aksi positif,” imbuhnya.
Terkait portofolio penanaman modal reksadana dalam semester II 2024, Guntur menyarankan penanam modal untuk dapat mempertimbangkan kombinasi antara reksadana saham, obligasi, serta pangsa uang sesuai dengan profil risiko dan juga tujuan pembangunan ekonomi dari tiap-tiap investor.
“Dan tentunya diversifikasi yang mana tepat akan membantu mengoptimalkan potensi return sambil meminimalkan risiko secara keseluruhan, dalam berada dalam kondisi bursa ya g penuh dengan ketidakpastian.
Di sisi lain, Guntur mengawasi bahwa belakangan ini, tren pembangunan ekonomi dalam kawasan diantaranya Negara Indonesia cenderung fokus pada sektor digital, teknologi, dan sustainable investing. Investor juga semakin memperhatikan faktor-faktor sosial, lingkungan, dan juga tata kelola perusahaan atau Environmental, Social, and Governance (ESG) di memilih instrumen investasi.
Baca Juga:
Reksadana Saham Bisa Jadi Pilihan
Direktur Utama Surya Timur Alam Rayat Asset Management (STAR AM) Hanif Mantiq mengatakan, sentimen yang dimaksud menghasilkan kinerja reksadana tertekan juga oleh sebab itu volatilitas ke bursa saham masih besar sehingga memproduksi para pemodal mencari penanaman modal yang digunakan lebih besar aman seperti emas kemudian obligasi.
Meski begitu, ia meninjau prospek kinerja reksadana pada semester II-2024 akan melakukan aksi positif, teristimewa akibat adanya sentimen penurunan suku bunga Fed Fund Rate. Pasalnya menurut Hanif, jikalau pemangkasan suku bunga the Fed dilakukan, maka akan memberikan dorongan terhadap kinerja reksadana ke depan.
Hanif memperkirakan bahwa ke depannya, reksadana saham akan berubah menjadi unggulan atau sejumlah diminati akibat peluang kenaikan Skala Harga Saham Gabungan (IHSG) sampai akhir tahun masih pada kisaran level 7.800.
Dia menyebutkan di STAR AM, reksadana yang dimaksud mengalami penurunan paling tajam adalah reksadana terproteksi yang mana anjlok hampir 18% atau sekitar Simbol Rupiah 1,2 triliun secara year to date (YTD). Sedangkan item reksadana pendapatan tetap milik STAR AM naik 20% menjadi Simbol Rupiah 1,5 triliun secara YTD.
Dia mengawasi bahwa ketika ini pemodal tambahan sejumlah yang dimaksud beralih ke pembangunan ekonomi obligasi pemerintah. Hal ini terlihat dari kepemilikan retail yang terus meningkat selama dua tahun terakhir.
Baca Juga:
Lebih lanjut, Hanif menyebutkan bahwa STAR AM berusaha mencapai untuk menambah total dana kelolaan (AUM) sebesar Rupiah 7 triliun pada 2024. Dengan begitu, diperkirakan, total dana kelolaan STAR akan meningkat dari Mata Uang Rupiah 16 triliun menjadi Mata Uang Rupiah 23 triliun.
Asal tahu saja, berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), NAB reksadana terus mengalami penurunan sejak tahun 2021. Pada 2022, NAB turun 12,40% menjadi Simbol Rupiah 508,18 triliun lalu di 2023 turun 0,63% berubah jadi Simbol Rupiah 504,94 triliun. Tahun ini, hingga Mei 2024, penurunan telah mencapai 3,72% berubah menjadi berubah menjadi Mata Uang Rupiah 485,77 triliun.
Begitu juga dengan dana kelolaan atau AUM. Fakta Kustodian Sentral Efek Indonesi (KSEI), pada tahun 2021 menyampaikan total AUM bidang sebesar Mata Uang Rupiah 826,70 triliun.
Pada tahun 2022, nilai AUM turun 3,56% secara tahunan (YoY) bermetamorfosis menjadi 797,31 triliun, serta pada tahun 2023 kembali terkoreksi 0,44% YoY berubah menjadi Rupiah 793,78 triliun. Sepanjang tahun berjalan ini KSEI mencatatkan data penurunan AUM sebesar 0,13% menjadi Rupiah 787,65 triliun hingga Juni 2024.
Selanjutnya:
Menarik Dibaca:
Cek Berita dan juga Artikel yang tersebut lain dalam
Artikel ini disadur dari Kinerja Reksadana Kembali Menguat di Semester II-2024, Simak Katalis Pendorongnya