Insentif PPN temporer, pemerintah diminta kaji alternatif kebijakan

Insentif PPN temporer, pemerintah diminta kaji alternatif kebijakan

DKI Jakarta – Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengajukan permohonan pemerintah untuk mengkaji alternatif kebijakan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen akibat insentif dunia usaha yang mana disiapkan dinilai bersifat temporer.

“Paket kebijakan ekonomi pemerintah cenderung berorientasi jangka pendek,” kata Bhima dalam Jakarta, Selasa.

Sebagai contoh, bantuan beras berjumlah 10 kilogram per bulan juga diskon listrik sebesar 50 persen untuk listrik di dalam bawah golongan 2200 VA hanya saja digelontorkan selama dua bulan, yakni pada Januari–Februari 2025.

Di samping itu, sebagian stimulus juga merupakan perpanjangan dari kebijakan sebelumnya, seperti PPN ditanggung pemerintah (DTP) untuk sektor properti kemudian insentif pajak penghasilan (PPh) final UMKM sebesar 0,5 persen. Bukan kebijakan baru yang sengaja disusun untuk merespons kenaikan tarif PPN bermetamorfosis menjadi 12 persen.

Meski ada beberapa orang pembebasan terhadap beberapa barang permintaan pokok juga barang penting (bapokting), namun barang dan juga jasa umum lainnya secara umum terkena tarif PPN 12 persen.

Bhima was-was kenaikan tarif pajak itu berimplikasi signifikan terhadap pelaku usaha.

“Dikhawatirkan terjadi efisiensi tenaga kerja dikarenakan omzetnya turun, baik di sektor elektronik, beberapa sektor otomotif, Fast Moving Consumer Goods (FMCG), atau barang-barang konsumen,” tuturnya.

Terlebih, pengumuman kenaikan tarif PPN 12 persen bertepatan dengan kesempatan jelang libur Natal serta tahun baru. Dalam periode ini, produsen cenderung meninggal harga jual tambahan membesar dari biasanya. Ketika situasi ini dibarengi dengan pengumuman tarif PPN, Bhima berpendapat hal itu berkemungkinan memperburuk beban pengeluaran masyarakat pada sedang lonjakan konsumsi akhir tahun.

“Alternatif lain, seperti memperluas basis pajak, penerapan pajak kekayaan dan juga memberantas celah penghindaran pajak, sebetulnya dapat lebih banyak efektif meningkatkan penerimaan negara tanpa membebani masyarakat,” ujar Bhima.

Pemerintah resmi menetapkan kenaikan tarif PPN 12 persen mulai 1 Januari 2025, sejalan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Namun, pemerintahan juga melanjutkan pemberian prasarana pembebasan dari pengenaan PPN lalu paket stimulus ekonomi.

Insentif perpajakan yang mana diberikan pemerintahan untuk pembebasan PPN pada 2025 diproyeksikan mencapai Rp265,5 triliun, dengan rincian untuk substansi makanan sebesar Rp77,1 triliun, insentif UMKM Rp61,2 triliun, transportasi Rp34,4 triliun, jasa sekolah dan juga kesegaran Rp30,8 triliun, keuangan serta asuransi Rp27,9 triliun, otomotif juga properti Rp15,7 triliun, listrik lalu air Rp14,1 triliun, kawasan bebas Rp1,6 triliun, dan juga insentif jasa keagamaan juga pelayanan sosial Rp700 miliar.

Adapun paket stimulus ekonomi yang tersebut disiapkan otoritas menyasar enam aspek, ke antaranya rumah tangga, pekerja, UMKM, sektor padat karya, mobil listrik juga hibrida, dan juga properti.

Artikel ini disadur dari Insentif PPN temporer, pemerintah diminta kaji alternatif kebijakan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *