Jakarta – Kasus gagal bayar (galbay) kerap terjadi pada pinjaman online (Pinjaman Online) kerap terjadi. Lantas apabila disengaja, apa risiko yang tersebut akan ditanggung nasabah?
Kebanyakan warga yang digunakan sengaja melakukan galbay pindarnya dikarenakan keterbatasan keuangan, manajemen keuangan yang dimaksud buruk, kurangnya pemahaman tentang persyaratan pinjaman hingga ketidakmampuan di mengurus utang dengan baik juga bijak dari pinjaman daring.
Seiring dengan maraknya pengaplikasian pinjol, galbay berubah jadi istilah yang dimaksud kian populer ke media sosial seperti di dalam YouTube atau telegram. Bahkan, beberapa konten kreator ada yang digunakan menyerukan untuk melakukan galbay pada pinjaman online (pinjol).
Ketua ICT Watch Indriyatno Banyumurti menyebut, hal ini dapat memunculkan konsekuensi bagi nasabah, seperti denda yang semakin besar, masalah psikologis akibat utang yang mana menumpuk, hingga ancaman hukum.
Indriyatno juga mengumumkan bahwa konten galbay memang sebenarnya cenderung akan lebih banyak cepat tersebar luas oleh sebab itu bersifat negatif. Dengan demikian, harus adanya edukasi finansial bagi konsumen fintech pindar.
“Kenapa sih ada iklan gagal bayar (Galbay)? Perlu disampaikan juga konten-konten untuk meng-counter konten tersebut. Bahwa kalau memang benar berniat gagal bayar, sampai diniatkan seperti itu, ini ada risiko hukumnya lho,” ungkap Indrayatno pada kanal Youtube podcast FintechVerse 360kredi, dikutipkan Akhir Pekan (26/1/2025).
Selain risiko hukum, galbay juga berdampak pada penurunan skor kredit SLIK OJK bagi penggunanya. Hal ini dapat mengakibatkan kesulitan di pengajuan kredit seperti pembelian kendaraan bermotor atau kredit rumah.
“Jadi jangan anggap enteng bahwa sekedar melegakan tanggung jawab, mengelak bayar ke fintech lending (pindar) kemudian hidup tenang.” ucap Indriyatno.
Saat ini terdapat 97 perusahaan pengurus pinjaman daring (pindar) yang dimaksud legal berizin OJK. Adapun OJK mencatatkan data outstanding pembiayaan pinjaman daring per November 2024 mencapai Rp75,60 triliun. Pencapaian ini berkembang sebesar 27,32% Year on Year (YoY).
Sementara itu, tingkat risiko kredit macet secara agregat (TWP90) naik ke nomor 2,52% pada November 2025. Sebelumnya, TWP90 pada Oktober 2024 tercatat sebesar 2,37%.
Hal senada juga disampaikan oleh Direktur Komersial IdScore Wahyu Trenggono yang digunakan mengatakan, setiap individu harus menyimpan lalu melakukan pengecekan rekam jejak kredit atau skor kredit untuk mengelak kesulitan mendapatkan pendanaan.
“Credit skoring. Harus kita jaga, sebab dampaknya sangat luas. Nanti tak dapat dapat kerja, susah cari kerja, cari jodoh juga susah kalau nilai jelek,” kata beliau di acara AFPI Journalist Workshop and Gathering dalam Bandung, Rabu (22/1).
Next Article Ternyata Debt Collector Boleh Tagih Utang ke Rumah, Ini adalah Syaratnya
Artikel ini disadur dari Ini yang akan Terjadi Jika Kabur dari Utang Pinjol