Ibukota – Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Riza Annisa Pujarama mengingatkan pemerintah agar evakuasi utang disalurkan untuk belanja produktif sehingga dapat mengupayakan perkembangan kegiatan ekonomi agar mencapai target 8 persen.
Dia menyoroti porsi belanja pemerintah terhadap barang domestik bruto (PDB) yang digunakan relatif rendah, yakni hanya saja sebesar 7 persen. Menurutnya, level itu belum sanggup memberikan daya dorong yang digunakan kuat terhadap perekonomian.
Selain dapat menciptakan efek berganda, penyelenggaraan utang untuk belanja produktif juga bisa jadi memberikan pengembalian ke negara pada bentuk penerimaan perpajakan yang tinggi.
"Makin besar belanja pemerintah yang digunakan digelontorkan, maka harusnya pengembalian terhadap pemerintah di bentuk penerimaan perpajakan itu harusnya dapat lebih lanjut tinggi. Tapi pada kenyataannya, rasio pajak trennya terus turun, masih ke kisaran 10 persen," tutur beliau lagi.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menantang pembiayaan utang sebesar Rp438,1 triliun hingga 31 Oktober 2024, setara 67,6 persen dari target Anggaran Pendapatan dan juga Belanja Negara (APBN) sebesar Rp648,1 triliun.
Pembiayaan utang diwujudkan melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) dan juga pinjaman.
Porsi penerbitan SBN terhadap pembiayaan utang yakni sebesar Rp394,9 triliun. Realisasi ini setara 59,3 persen dari target APBN Rp666,4 triliun. Sementara porsi dari pinjaman sebesar Rp43,2 triliun.
Di sisi lain, pembiayaan non-utang tercatat sebesar Rp53,2 triliun. Thomas mengatakan nilai ini on-track dan juga permanen diarahkan untuk menjaga stabilitas anggaran.
Dengan demikian, realisasi pembiayaan anggaran hingga 31 Oktober 2024 sebesar Rp383 triliun, setara 73,3 persen dari target APBN Rp522,8 triliun.
Artikel ini disadur dari Indef ingatkan utang harus disalurkan untuk belanja produktif