Jakarta – Kebijakan sektor ekonomi Amerika Serikat (AS) di dalam bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump dapat berdampak bagi sentimen ke pangsa keuangan Indonesia. otoritas pun telah dilakukan menyiapkan strategi untuk meredam dampak ini.
Trump, yang tersebut kembali mengungguli Pilpres Negeri Paman Sam pada 2024 pasca sebelumnya menjabat sebagai presiden Negeri Paman Sam periode 2017-2021, memang sebenarnya sudah pernah merancang bervariasi kebijakan perekonomian yang mana mengganggu sentimen pelaku lingkungan ekonomi keuangan, seperti pengenaan tarif perdagangan tinggi terhadap banyak mitra dagang utamanya, pemotongan pajak, hingga belanja fiskal yang dimaksud besar.
Berbagai kebijakan itu berdampak terhadap stabilitas sistem keuangan domestik, akibat semakin terkerek naiknya imbal hasil surat berharga pemerintah as, yakni US Treasury Note tenor 10 tahun. Mau tidaklah mau, imbal hasil bursa surat berharga negara (SBN) juga berkemungkinan mengambil bagian tertekan, oleh sebab itu besarnya prospek aliran pergi dari modal asing dari negara-negara berprogres ke Amerika Serikat.
“Yang potensial berdampak ke US Treasury yield yang dimaksud tinggi, tentunya akan miliki pengaruh ke emerging markets, salah satunya Indonesia, baik melalui channel investasi, perdagangan maupun, di konteks sektor keuangan,” kata Direktur Jenderal Pengelolaan Biaya lalu Risiko Kementerian Keuangan, di Inisiatif Power Lunch CNBC Indonesia, disitir Awal Minggu (13/1/2025).
Pada pekan kedua Januari 2025, berdasarkan catatan Bank Indonesia, pangsa SBN Tanah Air mulai bergejolak, lantaran para penanam modal mulai melakukan aksi jual neto sebesar Mata Uang Rupiah 2,9 triliun, padahal pada pekan pertama Januari 2025 masih tercatat beli neto Simbol Rupiah 1,94 triliun.
Yield SBN 10 tahun pun terkerek naik ke kedudukan 7,18% dari sebelumnya sebesar 6,95%, seiring dengan juga naiknya yield UST Note 10 tahun ke level 4,689% pada 9 Januari 2025 dari sebelumnya di dalam kisaran 6,95% pada 3 Januari 2025.
Suminto mengatakan, untuk memitigasi makin besarnya risiko yang dimaksud pemerintah akan terus menjamin kinerja makro ekonomi Indonesi terjaga dengan baik.
“Kita jaga inflasi, rupiah, balance of payment, fiskal yang digunakan prudent kemudian sustain, semua ini faktor-faktor penting pada menyimpan fundamental juga perekonomian kita juga tentu ini jadi komponen penting bagi pemodal untuk berinvestasi di hal ini pembangunan ekonomi portofolio ke Indonesia,” tegasnya.
Sementara itu, dari sisi mikro, khususnya terkait dengan strategi pembiayaan dijalankan dengan strategi oportunistik serta fleksibel.
“Kami akan terus melakukan strategi yang mana oportunistik, fleksibel mengamati perkembangan kemudian dinamika bursa global untuk memverifikasi pemenuhan pembiayaan APBN kita melalui penerbitan SBN dapat dijaga pada biaya bunga yang tersebut baik serta pada level risiko yang dimaksud terkelola dengan baik pula,” ungkap Suminto.
Meski begitu, dengan kinerja perekonomian yang mana terjaga beberapa tahun terakhir, baik dari sisi peningkatan perekonomian yang mana stabil di kisaran 5%, naiknya harga terkendali pada bawah target, defisit fiskal yang terjaga di dalam kisaran 2,29%, utang yang tersebut terkendali, Suminto meyakini bursa SBN Tanah Air masih memberikan daya tarik bagi pemodal global.
“Maka kalau kita lihat walaupun UST mengalami kenaikan cukup tinggi, SBN meskipun naik tidaklah setinggi itu, kenaikannya cukup moderat sehingga spread antara SBN rupiah dengan UST cukup tight. Meskipun demikian asing juga masih masuk inflow ini menandakan spread kita cukup tipis tapi confidence lalu kepercayaan terhadap kinerja perek Indonesia, mereka itu masih tertarik pembangunan ekonomi pada instrumen kita,” tutur Suminto.
Next Article Lelang 7 Surat Utang Negara Tembus Simbol Rupiah 22 Triliun
Artikel ini disadur dari Hati-Hati! Trump Bisa Jadi Kabar Buruk Buat Utang RI