Hapus piutang macet UMKM, sebuah ikhtiar gairahkan sektor ekonomi kerakyatan

Hapus piutang macet UMKM, sebuah ikhtiar gairahkan sektor sektor ekonomi kerakyatan

Ibukota – Pelaku usaha mikro, kecil, serta menengah (UMKM), khususnya di bidang ketahanan pangan, yang digunakan kesulitan membayar piutang mendapat angin segar dari pemerintah setelahnya penerbitan Peraturan pemerintahan (PP) Nomor 47 Tahun 2024 tentang Penghapusan Piutang Macet untuk UMKM.

Kehadiran PP 47/2024 memberikan gairah bagi pelaku UMKM yang mana selama ini tiada bisa jadi mengakses pembiayaan dikarenakan masuk di daftar hitam (blacklist) atau mempunyai catatan kredit buruk pada Sistem Layanan Berita Keuangan (SLIK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Menurut perhitungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), kebijakan ini berpotensi membantu 600 ribu petani hingga nelayan sehingga dia dapat kembali mengembangkan usahanya.

Namun yang tersebut mesti diingat masyarakat umum, bukan semua UMKM dapat dihapus tagih kredit macetnya. Ada tiga klasifikasi bidang yang dapat menikmati kebijakan ini yakni pertanian, perkebunan, lalu peternakan; perikanan lalu kelautan; juga UMKM lainnya seperti mode/busana, kuliner, sektor kreatif, dan juga lain-lain.

Kredit UMKM yang mana boleh dihapus tagih miliki nilai pokok piutang macet maksimal sebesar Rp500 jt per debitur atau klien juga telah terjadi dihapusbukukan minimal 5 tahun pada ketika PP ini mulai berlaku.

Kredit yang disebutkan juga bukanlah kredit yang mana dijamin dengan asuransi atau penjaminan kredit. Kemudian, tidak ada terdapat agunan kredit atau ada agunan kredit namun pada status bukan memungkinkan untuk dijual atau agunan telah habis terjual tetapi tiada dapat melunasi pinjaman.

Mengenai kredit macet, sebenarnya bank anggota Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) selama ini cuma dapat melakukan penghapusbukuan (write off) pasca diupayakan restrukturisasi lalu penagihan secara optimal.

Secara sederhana, hapus buku berarti bank menghapus kredit macet dari neraca ke account administrasi sebesar kewajiban debitur. Dalam melakukan hapus buku, bank juga menyisihkan pencadangan atau cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN).

Setelah penghapusbukuan, pada dasarnya bank Himbara masih melakukan penagihan untuk debitur kemudian hasil dari penagihan kredit yang digunakan telah dihapus buku yang disebutkan akan masuk sebagai pendapatan recovery.

Bank Himbara bukan serta-merta dapat melakukan hapus tagih akibat dikhawatirkan masuk sebagai tindakan merugikan negara. Oleh sebab itu, PP 47/2024 memberikan kepastian hukum untuk bank Himbara bahwa penghapusatagihan kredit macet UMKM bukanlah merupakan kerugian negara.

Jenis kredit macet yang dapat dihapus tagih juga sudah pernah diatur pada PP 47/2024. Beleid ini menyebutkan bahwa kredit UMKM yang dimaksud di antaranya acara pemerintah dengan sumber dana dari bank dan/atau lembaga keuangan nonbank BUMN yang sudah ada selesai programnya bisa jadi dijalankan penghapustagihan.

Selain itu, kredit yang dimaksud bisa jadi dihapus tagih juga salah satunya kredit UMKM di dalam luar inisiatif pemerintah yang mana penyalurannya menggunakan dana dari bank dan/atau lembaga keuangan nonbank BUMN, juga kredit UMKM akibat terjadinya bencana alam.

Terkait kredit UMKM inisiatif pemerintah yang dapat dijalankan penghapustagihan telah lama disebutkan pada PP 47/2024 pada lembar penjelasan. Kredit yang dimaksud misalnya Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP) dan juga Kredit Pengembangan Usaha Kecil (KIK). Dengan kata lain, Kredit Usaha Rakyat (KUR) tidak ada dapat dihapus buku sebab acara pemerintah ini masih berlangsung hingga sekarang.

Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Nurdin Halid pun mengingatkan, bank Himbara atau bank BUMN harus mampu memberikan respons secara tepat kemudian cermat sehingga penghapusan piutang UMKM dapat terlaksana dengan baik, sesuai dengan kriteria yang dimaksud sudah pernah ditetapkan juga berdampak maksimal bagi pengembangan UMKM.

Menurutnya, isi dari PP 47/2024 juga penting disosialisasikan lebih besar lanjut terhadap rakyat luas khususnya penduduk akar rumput sehingga tiada terjadi mispersepsi dan juga merekan menyadari kriterita atau kriteria UMKM yang mana dihapus buku juga dihapus tagih kredit macetnya.

 

Cegah celah moral hazard

Niat baik hanya tidaklah cukup menjadi modal di pelaksanaan PP 47/2024. Meski memberi kelonggaran bagi UMKM yang tersebut kesulitan melunasi piutang, jangan sampai kebijakan ini membenarkan tindakan untuk tidaklah mengangsur piutang. Miskonsepsi ini dikhawatirkan dapat memunculkan moral hazard dari sisi nasabah.

Ekonom sekaligus Dosen Fakultas Kondisi Keuangan Bisnis Universitas Negara Indonesia (FEB UI) Fithra Faisal Hastiadi mengingatkan, pelaksanaan PP 47/2024 harus diwujudkan secara hati-hati lalu prudent agar jangan sampai memotivasi para debitur pengemplang baru.

“Jangan sampai muncul pengemplang-pengemplang baru yang tersebut mengawasi bahwa ada ruang untuk dia mengemplang (menghindar dari keharusan membayar utang) oleh sebab itu merasa pada akhirnya dihapus juga untuk tahun-tahun mendatang. Jangan sampai ada terbuka ruang ke sana,” kata dia.

Peluang munculnya moral hazard itu juga diamini oleh Direktur Utama PT Bank Rakyat Nusantara (BRI) Sunarso. Menurutnya, moral hazard dari sisi pengguna dapat dicegah dengan adanya sosialisasi agar warga mendapatkan kejelasan.

Akan tetapi, moral hazard tidak belaka berpeluang muncul dari sisi pelanggan melainkan juga dari sisi bank. Untuk menghindari hal itu, Sunarso mengusulkan pembentukan kelompok oleh pemerintah yang tersebut bertugas untuk memverifikasi data agar pihak bank bukan seenaknya melakukan penghapustagihan kredit macet UMKM.

“Jadi bank-nya ngasih data gelondongan ‘jebret’ seperti ini, ‘silakan bapak ibu diverifikasi sesuai ketentuan sesuai governance’. Dan nanti (data) yang mana verified, kita akan eksekusi, kita hapus. Karena jelas, kan semua juga ingin untung kemudian selamat,” kata dia.

Sebagai Ketua Umum Himbara, Sunarso menegaskan bahwa bank BUMN sepenuhnya menyokong PP 47/2024 apalagi sebab pihak bank yang dimaksud sebenarnya menyokong pemerintah untuk menghadirkan kebijakan hapus tagih kredit macet UMKM yang mana akhirnya dipenuhi melalui UU Nomor 4/2023 tentang Pengembangunan lalu Perkuatan Bidang Keuangan (P2SK).

Di antara bank-bank Himbara, BRI sendiri merupakan bank dengan portofolio kredit untuk segmen UMKM terbesar pada Indonesia, bahkan berusaha mencapai porsi kredit UMKM mencapai 85 persen pada tahun 2025. Hingga akhir triwulan III 2024, BRI menyalurkan total kredit senilai Rp1.353,36 triliun. Dari total penyaluran kredit tersebut, 81,70 persen dalam antaranya atau sekitar Rp1.105,70 triliun merupakan kredit terhadap segmen UMKM.

Di BRI, rasio NPL tercatat membaik dari 3,07 persen pada triwulan III 2023 bermetamorfosis menjadi 2,90 persen pada triwulan III 2024. Taraf kelancaran para debitur yang mana menurunkan atau downgrade berkurang. Secara kuartalan (quarter on quarter/qoq), total kredit yang dimaksud downgrade berubah menjadi "kurang lancar" dan juga "macet" sudah berkurang sekitar Rp750 miliar.

Selama ini, permasalahan kredit macet UMKM sudah bermetamorfosis menjadi perhatian pemerintah. Berdasarkan data kolektibilitas kredit UMKM pada bank Himbara per 31 Desember 2022, jumlah keseluruhan debitur yang dimaksud masuk kolektibilitas 2 atau di perhatian berjumlah 912.259. Sedangkan UMKM yang masuk di kolektibilitas 5 atau macet sebanyak-banyaknya 246.324.

Secara umum, kualitas kredit UMKM hingga pada waktu ini memang sebenarnya masih terjaga dengan rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) pada bawah threshold 5 persen. Namun secara spesifik, mengutip data OJK, rasio NPL UMKM tercatat naik 34 basis poin (bps) dari 3,70 persen pada Juni 2023 menjadi 4,04 persen pada Juni 2023. Padahal sebelum pandemi COVID-19, rasio NPL UMKM pada Juni 2019 berada di dalam nomor 3,71 persen.

 

Keberpihakan pada UMKM

Sebetulnya kelahiran PP 47/2024 telah mendapatkan sinyal persetujuan dari Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) pada tahun lalu. Saat itu, Jokowi ingin penghapusbukuan lalu penghapustagihan piutang macet bagi UMKM yang mana merupakan amanat dari UU Nomor 4/2023 dapat segera dilaksanakan.

Dengan adanya aturan turunan dari UU Nomor 4/2023, pemerintahan Jokowi pada waktu itu berharap kebijakan hapus tagih kredit macet dapat mengupayakan target porsi kredit UMKM sebesar 30 persen dari total kredit perbankan nasional pada 2024. Namun, tampaknya target itu masih sangat dari harapan untuk direalisasikan pada akhir tahun ini.

Berdasarkan data Statistik Sistem Keuangan Nusantara Bank Indonesia, total penyaluran kredit perbankan tercatat sebesar Rp7.442 triliun pada Agustus 2024. Dari jumlah agregat tersebut, kedudukan kredit UMKM sebesar Rp1.479 triliun atau baru mencapai 19,87 persen dari total kredit perbankan. Dengan kata lain, porsi kredit UMKM masih sangat jauh untuk mencapai porsi 30 persen ke akhir 2024.

Perhatian pemerintah terhadap kelangsungan UMKM memang benar tidak tanpa alasan. Kontribusi UMKM terhadap Layanan Domestik Bruto (PDB) nasional pada 2021 mencapai 60,51 persen atau sekitar Rp9.580 triliun, dengan penyerapan tenaga kerja mencapai 97 persen atau banyaknya 120,59 jt orang. Angka ini menegaskan bahwa UMKM menjadi salah satu penopang ekonomi nasional.

Secara khusus, PP 47/2024 menunjukkan perhatian penuh yang digunakan diberikan pemerintah terhadap pelaku UMKM pada sektor-sektor yang mana membantu ketahanan pangan nasional. Fokus untuk sektor-sektor ini semakin mengindikasikan adanya harapan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto agar kebijakan hapus tagih kredit macet UMKM sekaligus membuka jalan untuk mencapai misi Asta Cita.

Keberadaan PP ini juga disebut-sebut bermetamorfosis menjadi salah satu sinyal positif pemerintahan Presiden Prabowo berhadapan dengan keberpihakannya terhadap UMKM. Hal ini juga tersirat di pidatonya usai meneken beleid itu pada Selasa (5/11). Menurut Prabowo, kebijakan hapus piutang macet UMKM dilatarbelakangi oleh masukan dari berubah-ubah pihak, khususnya kelompok tani kemudian nelayan di seluruh Indonesia.

pemerintahan berharap dapat membantu para pelaku bidang usaha yang bekerja dalam bidang pertanian, UMKM, dan juga sebagai nelayan yang merupakan produsen pangan yang digunakan sangat penting. Dengan adanya PP 47/2024, dia dapat meneruskan usaha-usahanya juga dapat lebih banyak berdaya guna untuk bangsa juga negara.

“Dan kita tentunya berdoa bahwa seluruh petani, nelayan, UMKM pada seluruh Indonesia dapat bekerja dengan ketenangan, dengan semangat, dan juga dengan keyakinan bahwa rakyat Negara Indonesia menghormati lalu menghargai para produsen pangan yang tersebut sangat penting bagi hidup bangsa juga negara,” kata Prabowo.

Melihat pentingnya sikap UMKM ini, diperkenalkan PP 47/2024 yang digunakan dinantikan oleh bervariasi pihak memang benar tepat. Kini pelaku UMKM yang tersebut tersangkut piutang macet, khususnya untuk kredit acara pemerintah yang dimaksud sudah ada lama berakhir, bisa saja bernapas lega.

Mengingat kebijakan ini berlaku semata-mata jangka waktu selama enam bulan, pemerintah harus bergerak cepat untuk melengkapi aturan teknis-teknis lanjutan yang dimaksud diperlukan lalu dapat dihadiri oleh langkah eksekusi dari bank Himbara. Sebagaimana harapan semua pihak, agar PP 47/2024 dapat diimplementasikan dengan baik dan juga menyebabkan dampak optimal, bukan belaka bagi UMKM melainkan juga bagi pemerintah sendiri. 

Artikel ini disadur dari Hapus piutang macet UMKM, sebuah ikhtiar gairahkan ekonomi kerakyatan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *