Ibukota – Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Tanah Air Mohammad Faisal menyatakan bahwa pemberian berubah-ubah insentif tidaklah cukup untuk mengempiskan dampak kenaikan PPN berubah menjadi 12 persen.
“Insentif yang tersebut sudah ada diberikan sebagai kaitannya dengan PPN 12 persen itu dibutuhkan, tapi menurut saya itu tak cukup menjawab semua permasalahan yang ada sekarang,” ujar Mohammad Faisal ke Jakarta, Rabu.
Ia memaparkan bahwa permasalahan yang tersebut muncul pada lapangan usaha sekarang adalah menurunnya permintaan akibat menipisnya jumlah total kelas menengah yang digunakan merupakan pendorong konsumsi di negeri.
Selain itu, ia menyoroti periode pemberian insentif yang tersebut terlalu pendek, misalnya belaka dua bulan untuk diskon tarif listrik sebesar 50 persen.
“Potongan tarif listrik 50 persen untuk (pengguna daya listrik) 450 VA (voltampere) sampai 2200 VA, kalau tiada salah ya, nah itu sebetulnya bagus, oleh sebab itu (kebijakan) itu sudah ada menyasar kelas (menengah), tapi sayangnya (hanya) dua bulan gitu,” ucapnya.
Faisal menuturkan bahwa insentif yang dimaksud diberikan untuk sektor padat karya juga diperkirakan belum cukup untuk meredam dampak kenaikan PPN yang disebutkan oleh sebab itu telah terlalu sejumlah sektor lapangan usaha yang digunakan terpuruk, seperti sektor tekstil kemudian bidang alas kaki.
Meskipun pemerintah memberikan insentif khusus untuk bidang padat karya, ia menyatakan bahwa daya beli penduduk yang digunakan masih lemah menciptakan pemberian insentif yang dimaksud menjadi bukan berbagai berdampak.
Ia mengutarakan bahwa jikalau keadaan yang disebutkan tidak ada ditangani secara hati-hati, maka kenaikan PPN yang disebutkan sanggup hanya meningkatkan kemungkinan PHK.
Tidak cuma insentif, Faisal menuturkan bahwa diperlukan juga kebijakan yang tersebut dapat melindungi produk-produk di negeri agar permintaannya tiada semakin menurun.
Berdasarkan kajian pihaknya, barang-barang impor dari China banyak yang dimaksud dibanderol separuh atau bahkan kurang dari separuh tarif item pada negeri.
Ia pun mengajukan permohonan pemerintah untuk memperketat kontrol terhadap produk-produk impor agar item di negeri masih dapat bersaing.
“Karena di dalam sana (China) sendiri kan ada subsidi, ada dumping bahkan begitu ya. Belum lagi yang mana masuk lewat cara bukan benar, nah masalahnya kan masuknya itu bukanlah hanya sekali legal, tapi juga ilegal,” imbuh Faisal.
Artikel ini disadur dari Ekonom sebut insentif tak cukup redam dampak PPN naik jadi 12 persen