Ekonom: Efisiensi anggaran dapat mengarahkan penyelenggaraan lebih banyak tepat 

Ekonom: Efisiensi anggaran dapat mengarahkan penyelenggaraan lebih lanjut banyak tepat 

Ibukota – Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menilai, kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan pemerintah dapat mengarahkan pengerjaan tambahan sesuai dengan prioritas nasional.

“Realokasi belanja APBN akan menciptakan sebagian pihak diuntungkan, sebagian yang mana lain dirugikan, tetapi paling tiada arah perkembangan akan lebih besar sesuai dengan yang mana dimaui pemerintah,” kata Wijayanto untuk ANTARA pada Jakarta, Jumat.

Meskipun demikian, realokasi belanja negara juga mungkin menekan peningkatan dunia usaha jikalau tiada dikelola secara tepat.

Ia mengungkapkan bahwa dampak Anggaran Pendapatan dan juga Belanja Negara (APBN) terhadap kegiatan ekonomi sangat bergantung pada ukuran juga alokasinya.

Menurut dia, efisiensi pengeluaran memang benar bisa saja meningkatkan efektivitas APBN, tetapi juga bisa jadi memunculkan efek negatif bagi sektor-sektor tertentu.

“Misalnya, pengurangan biaya meeting dan juga perjalanan dinas ini akan menekan sektor sektor perhotelan lalu transportasi secara cukup masif,” ujarnya.

Adapun hal sejenis pernah berlangsung pada awal pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla, namun akhirnya dilonggarkan lantaran dampaknya terhadap pelaku usaha kemudian tenaga kerja.

Realisasi efisiensi anggaran dikerjakan berdasarkan surat bernomor S-37/MK.02/2025 yang mana dikeluarkan Kementerian Keuangan yang mana menetapkan pemangkasan anggaran pada 16 pos belanja, di antaranya alat tulis kantor (90 persen), kegiatan seremonial (56,9 persen), dan juga perjalanan dinas (53,9 persen).

Wijayanto kembali menekankan bahwa realokasi anggaran mungkin menguntungkan sebagian pihak, tetapi juga merugikan pihak lain.

Ia menunjukkan pemangkasan anggaran infrastruktur, kajian kebijakan, juga jasa konsultansi yang dapat menghambat proyek strategis atau pengembangan kebijakan berbasis riset.

Lebih lanjut, Wijayanto mengutarakan bahwa wajar apabila penduduk mengaitkan efisiensi anggaran dengan acara Makan Bergizi Gratis (MBG) yang mana membutuhkan dana besar.

“Pemerintah kekurangan anggaran untuk MBG, pada pada waktu yg bersamaan otoritas menghemat bermacam pengeluaran; wajar apabila diartikan penghematan yang dimaksud teristimewa untuk memenuhi keperluan anggaran MBG,” tuturnya.

Menurut dia, MBG adalah acara besar yang memerlukan pengelolaan transparan kemudian efisien.

Jika bukan tepat sasaran atau minim melibatkan UMKM serta produsen lokal, realokasi anggaran justru dapat memperlambat perkembangan ekonomi.

Sebagai langkah mitigasi, Wijayanto menyarankan agar efisiensi anggaran diwujudkan dengan mempertimbangkan keseimbangan antara keberlanjutan fiskal juga dampaknya terhadap perekonomian.

“Yang penting, jangan sampai dikarenakan MBG, sektor lain yang dimaksud sejenis pentingnya atau bahkan lebih besar penting, justru dikorbankan. Mengingat MBG merupakan "the elephant in the room", maka pengelolaannya harus dipastikan efisien, tepat sasaran, bebas korupsi, melibatkan UMKM serta produsen lokal. Jika tidak, realokasi anggaran mungkin mengerem laju pertumbuhan ekonomi,” imbuhnya.

Adapun lewat surat bernomor S-37/MK.02/2025 yang digunakan diambil ke Jakarta, Selasa, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan surat yang disebutkan merupakan tindakan lanjut Instruksi Presiden Republik Tanah Air Nomor 1 Tahun 2025.

Guna mengakomodasi arahan tersebut, Sri Mulyani menetapkan 16 pos belanja yang tersebut perlu dipangkas anggarannya dengan persentase yang dimaksud bervariasi, mulai dari 10 persen hingga 90 persen.

Rinciannya, pos belanja alat tulis kantor (ATK) diminta untuk diefisiensikan sebesar 90 persen; kegiatan seremonial 56,9 persen; rapat, seminar, lalu sejenisnya 45 persen; kajian juga analisis 51,5 persen; diklat juga bimtek 29 persen; juga gaji output kegiatan lalu jasa profesi 40 persen.

Kemudian, percetakan kemudian suvenir 75,9 persen; sewa gedung, kendaraan, peralatan 73,3 persen; lisensi program 21,6 persen; jasa konselor 45,7 persen; bantuan pemerintah 16,7 persen; pemeliharaan kemudian perawatan 10,2 persen; perjalanan dinas 53,9 persen; peralatan dan juga mesin 28 persen; infrastruktur 34,3 persen; juga belanja lainnya 59,1 persen.

Menteri/pemimpin lembaga diminta untuk menyampaikan rencana efisiensi untuk DPR juga melaporkan persetujuannya terhadap menteri keuangan atau direktur jenderal anggaran paling lambat 14 Februari 2025.

Bila sampai batas waktu yang tersebut ditentukan menteri/pimpinan lembaga belum menyampaikan laporan revisi, maka Kementerian Keuangan dan juga Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) akan mencantumkan di catatan halaman IV A DIPA secara mandiri.




Artikel ini disadur dari Ekonom: Efisiensi anggaran dapat mengarahkan pembangunan lebih tepat 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *