Utang jatuh tempo makin meningkat dan juga mencapai puncaknya kemungkinan pada tiga tahun pertama pemerintahan baru
Jakarta – Center of Reform on Economics (CORE) Tanah Air menyatakan otoritas Nusantara perlu melakukan pembiayaan lalu pengendalian utang secara tambahan berhati-hati untuk memitigasi risiko fiskal mendekati pemerintahan baru Presiden terpilih Prabowo Subianto.
Upaya mitigasi risiko fiskal juga mencakup perlunya pengendalian belanja pemerintah kemudian peningkatan penerimaan negara.
"Pengelolaan utang pemerintah perlu dikerjakan secara lebih lanjut hati-hati," kata Direktur Penelitian Lingkup Makroekonomi kemudian Kebijakan Fiskal-Moneter CORE Akhmad Akbar Susamto pada "CORE Midyear Economic Review 2024 Mitigasi Risiko Kondisi Keuangan Jelang Pemerintahan Baru" pada Jakarta, Selasa.
Akbar menekankan perlunya diversifikasi sumber pembiayaan seperti skema kerja serupa pemerintah badan usaha untuk menurunkan risiko re-financing utang akibat pembayaran utang jatuh tempo yang melonjak di tahun 2025-2027.
"Posisi utang pemerintah terhadap pendapatan tentu bukan aman dikarenakan melebihi batas yang mana ditetapkan oleh IMF misalnya pada range 90-150 persen. Kita telah 300 persen," ujarnya.
Utang pemerintah hingga Mei 2024 mencapai Rp8.353,02 triliun. Menurut dia, saat pemerintah mengalami defisit, maka pendanaan untuk belanja pemerintah sebagian berasal dari utang sehingga utang pun melebar.
Sampai dengan semester I 2024, defisit APBN tercatat sebesar Rp77,3 triliun atau 0,34 persen hasil domestik bruto (PDB), dengan keseimbangan primer masih mencatatkan surplus sebesar Rp162,7 triliun.
"Kebutuhan untuk pendanaan semakin ketat. Utang jatuh tempo makin meningkat lalu mencapai puncaknya kemungkinan pada tiga tahun pertama pemerintahan baru," ujar Akbar.
Selain itu, belanja pemerintah penting difokuskan pada sektor-sektor yang memberikan dampak perekonomian lalu sosial yang signifikan.
Kebijakan automatic adjustment atau pemblokiran anggaran kementerian/lembaga perlu dioptimalkan untuk mengantisipasi defisit fiskal yang mana semakin melebar.
"Belanja melebar, penerimaan melambat, defisit yang mana melebar, utang yang tersebut meningkat itu jatuh tempo lagi, itulah situasi di 2025-2027 di dalam mana profil jatuh tempo utang pemerintah sangat tinggi," tuturnya.
Selanjutnya, untuk meningkatkan penerimaan negara, diversifikasi kegiatan ekonomi kemudian pengembangan sektor-sektor kegiatan ekonomi baru harus didorong untuk menciptakan sumber pendapatan alternatif.
Sebelumnya, rasio total utang pemerintah terhadap komoditas domestik bruto (PDB) mencapai 39,2 persen pada 2023. Kemudian, 39,7 persen pada 2022 lalu 40,7 persen pada 2021.
Adapun secara nominal, total utang pemerintah pusat pada April 2024 mencapai Rp8.338 triliun yang tersebut terdiri menghadapi pinjaman sebesar Rp1.005 triliun dengan porsi 12,1 persen lalu surat berharga negara (SBN) sebesar Rp7.333 triliun dengan porsi 87,9 persen.
Bank Nusantara (BI) menyatakan bahwa utang luar negeri (ULN) Negara Indonesia pada Mei 2024 tetap terkendali, yang dimaksud tercatat sebesar 407,3 miliar dolar AS.
Letak ULN yang disebutkan bertambah sebesar 1,8 persen secara year on year (yoy), pasca mengalami kontraksi peningkatan sebesar 1,5 persen (yoy) pada April 2024.
Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono mengemukakan kerangka ULN Tanah Air permanen sehat, yang digunakan didukung oleh penerapan prinsip kehati-hatian di pengelolaannya.
Hal itu tercermin dari rasio ULN Indonesi terhadap Ekonomi Nasional yang digunakan tercatat sebesar 29,8 persen, dan juga didominasi oleh ULN jangka panjang dengan pangsa mencapai 85,9 persen dari total ULN.
Artikel ini disadur dari CORE tekankan pengendalian utang yang lebih berhati-hati