Salah satu pendorong ekspor kita lambat di pandangan kami adalah kita punya ketergantungan ekspor yang digunakan besar terhadap China padahal permintaan domestiknya sangat rendah berdampak pada penurunan impornya serta ini mempengaruhi ekspor kita ke China
Jakarta – Center of Reform on Economics (CORE) Tanah Air mengutarakan kinerja ekspor Republik Indonesi melemah dipengaruhi oleh pelemahan permintaan pada China.
Menurut Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal, salah satu penggerak ekspor Negara Indonesia bertambah melambat adalah ketergantungan ekspor yang mana besar terhadap China sementara penetrasi ekspor ke China melemah sejak 2023.
"Salah satu asal-mula ekspor kita lambat pada pandangan kami adalah kita punya ketergantungan ekspor yang digunakan besar terhadap China padahal permintaan domestiknya sangat rendah berdampak pada penurunan impornya serta ini mempengaruhi ekspor kita ke China," kata Faisal pada CORE Midyear Economic Review 2024 Mitigasi Risiko Sektor Bisnis Jelang Pemerintahan Baru ke Jakarta, Selasa.
Ketika ketergantungan ekspor ke China sangat besar lalu pada pada waktu yang dimaksud bersamaan negara tujuan ekspor, China, mengalami pelemahan permintaan domestik, maka akan berpengaruh terhadap kinerja ekspor Indonesia.
"Itu sebabnya ekspornya berjalan lambat juga ini muncul pada beragam macam andalan ekspor kita teristimewa ke manufaktur. Hal ini saya ambil highlight itu besi kemudian baja. Hal ini ternyata sampai dengan kuartal kedua terus mengalami kontraksi peningkatan ekspor ke China-nya minus 26,9 persen, yang dimaksud naik itu belaka ekspor komoditas yang mana unsur bakar mineral lalu juga CPO," tuturnya.
Faisal menuturkan ketergantungan ekspor Indonesi ke China lebih besar besar dibandingkan dengan negara-negara peer countries seperti Thailand, Malaya kemudian Filipina.
"Thailand, Negara Malaysia lalu Filipina tingkat ketergantungan terhadap lingkungan ekonomi China untuk ekspor itu sebenarnya tiada sebesar kita. Kita sampai dengan 2024 Indonesia proporsi daripada ekspor ke China 22,5 persen, sementara negara-negara tetangga-tetangga tadi masih pada antara 10 sampai 12 persen," ujarnya.
Sebaliknya, impor dari China kembali meningkat sejak awal 2024. Lonjakan impor tekstil juga hasil tekstil dari China mencapai 35,5 persen pada kuartal II-2024 secara year on year (yoy).
"Impor dari China mencapai 35,5 persen di kuartal kedua ini padahal ekspornya sangat lebih besar rendah jika dibandingkan impor itu ke China, hanya saja 2,6 persen. Dan pangsa pangsa daripada impor dari China di pangsa Indonesia itu 41,3 persen untuk produk-produk tekstil kemudian pakaian jadi umumnya," ujarnya.
Sebaliknya impor dari Cina kalau tadi sebaliknya impor dari Cina kalau tadi ekspornya itu terkontraksi, impor dari china justru kembali meningkat sejak awal 2024 ini serta khususnya dalam kuartal kedua.
"Rata-rata di kuartal kedua impor kita mengalami peningkatan tapi yang dimaksud khususnya kelihatan dari yang paling lebih tinggi salah satunya selain ASEAN adalah China," katanya.
Kuantitas ekspor ke China sepanjang Januari hingga November 2023 mencapai 56,57 miliar dolar AS, turun sekitar 2 persen dari tahun sebelumnya. Didi mengumumkan penurunan itu terbentuk seiring dengan koreksi pada nilai tukar komoditas global.
Sementara pada Juni 2024, ekspor Nusantara tercatat sebesar 20,84 miliar dolar AS. Kuantitas ini turun 6,65 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya (MoM), tetapi tetap mengalami peningkatan sebesar 1,17 persen jika dibandingkan dengan Juni tahun sebelumnya (YoY).
Pelemahan ekspor pada Juni 2024 dipicu pelemahan ekspor nonmigas sebesar 6,20 persen kemudian migas sebesar 13,24 persen dibandingkan Mei 2024 (MoM).
Tiongkok, Amerika Serikat, dan juga India masih menjadi pangsa utama ekspor nonmigas Negara Indonesia pada Juni 2024 dengan total mencapai 8,46 miliar dolar AS. Ketiga negara ini miliki kontribusi sebesar 43,14 persen terhadap total ekspor nonmigas nasional.
Artikel ini disadur dari CORE: Kinerja ekspor RI melemah dipengaruhi pelemahan permintaan China