Jakarta – Grup Salim, salah satu konglomerasi terkaya ke Indonesia yang didirikan oleh Sudono Salim, terus mengembangkan gurita bisnisnya ke Tanah Air.
Lewat Grup Salim, Anthoni Salim lalu keluarga menguasai banyak emiten kakap RI, mulai dari ke bidang consumer goods, perbankan, perkebunan, hingga pertambangan.
Menurut Forbes, kekayaan Anthoni Salim serta keluarga ditaksir mencapai US$7,5 miliar atau setara dengan Rp118,87 triliun (asumsi kurs Rp15.849/US$), peringkat kelima pendatang terkaya di Indonesi ke 2022.
Generasi pertama keluarga Salim, yaitu ayah Anthoni Salim, Liem Sioe Liong (Sudono Salim), dulunya dikenal sebagai pemegang saham pengendali bank terbesar di dalam Negara Indonesia pada waktu ini (berdasarkan nilai kapitalisasi pasar) yakni PT Bank Central Asia Tbk (BBCA).
Namun, Grup Salim harus kehilangan mayoritas sahamnya pada BBCA pada waktu krisis moneter melanda Indonesi pada 1998. Saat itu, bank dengan aset Rupiah 1.228 triliun mengalami bank rush dari nasabahnya saat Sudono Salim diisukan meninggal kemudian pada waktu kerusuhan Mei 1998 meletus.
Keringnya likuiditas akibat merosotnya Dana Pihak Ketiga (DPK), menimbulkan BBCA sampai harus diambil alih juga disuntik modal oleh pemerintah dan juga disehatkan pada bawah Badan Penyehatan Lembaga Keuangan Nasional (BPPN).
Saat itulah Grup Salim kehilangan kendali berhadapan dengan BBCA juga pada saat ini telah dilakukan berpindah tangan ke Grup Djarum milik Hartono bersaudara pada bawah PT Dwimuria Investama Andalan.
Harga saham BBCA yang mana terus meningkat pesat sejak IPO memproduksi Keluarga Hartono sebagai pemilik mayoritas yang mengempit 54,94% saham BBCA berubah jadi warga paling kaya di negeri ini.
Namun pasca kehilangan BBCA, kekayaan Grup Salim tidaklah menyusut. Kuncinya adalah ekspansi serta diversifikasi bidang usaha yang digunakan dilakukan.
Selama ini, Grup Salim paling dikenal dengan dua emiten konsumen yang digunakan mereka itu miliki yakni PT Indofood Berhasil Makmur Tbk (INDF) dan juga anak usahanya PT Indofood CBP Maju Makmur Tbk (ICBP).
Sebagai perusahaan induk, INDF mengempit 80,53% saham ICBP yang dimaksud jual berubah-ubah produk-produk makanan kemudian minuman yang tersebut tentunya telah tak asing lagi bagi konsumen di Indonesia.
Berbagai merek ICBP di dalam berubah-ubah segmen meliputi Indomie & Pop Mie untuk kategori mie instan, Susu Indomilk, Snack Chitato hingga Qtela, berubah-ubah bumbu masak dengan merek Indofood mulai dari saus, kecap lalu bumbu instan, makanan untuk bayi dengan merek SUN hingga beraneka merek minuman kemasan seperti Club untuk air mineral lalu Ichi Ocha untuk kategori minuman berasa kemasan.
Segmen bidang usaha Indofood tidaklah hanya saja mencakup makanan jadi tetapi juga material makanan seperti gandum dengan merek Cakra Kembar, Segitiga Biru, Kunci Penting Biru, Lencana Merah hingga Taj Mahal. Kemudian ada juga segmen perusahaan yang tersebut membidangi usaha minyak goreng kemudian margarin dengan merek ternama seperti Bimoli, Delima, Happy, Palmia hingga Amanda.
INDF sendiri sebagai holding sebanyak 50,07% sahamnya juga dimiliki oleh Keluarga Salim lewat perusahaan investasinya yang tersebut listing di dalam Bursa Hong Kong bernama First Pacific Co. Grup Salim tercatat menggenggam lebih tinggi dari 40% saham First Pacific yang dimaksud nilai kapitalisasi pasarnya mencapai HKD12,51 miliar.
Di Indonesia, selain INDF juga ICBP, portofolio usaha Grup Salim terbilang sangat terdiversifikasi baik yang digunakan merupakan perusahaan umum maupun privat dengan kepemilikan dengan segera maupun tak langsung.
Di segmen konsumen lainnya, perusahaan “Tbk” yang dimaksud juga terafiliasi dengan Keluarga Salim adalah perusahaan pembuat roti dengan merek Sari Roti yakni PT Nippon Indosari Corpindo Tbk (ROTI).
Keluarga Salim, lewat PT Indoritel Makmur Internasional Tbk (DNET) menggenggam 25,77% saham ROTI.
Di samping itu, Salim juga berkongsi dengan keluarga Gelael di emiten pengelola KFC pada Indonesia, Fast Food Indonesia (FAST)lewat DNET dengan kepemilikan 35,84%.
Jejak perusahaan keluarga terkaya ketiga di Indonesia ini juga dapat dilacak lewat bidang usaha minyak gorengnya ke bawah bendera PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP) yang dimaksud digenggam oleh INDF lalu Indofood Agri Resources.
Kemudian, pada sektor hulu perkebunan sawit, Keluarga Salim juga miliki perusahaan bernama PT PP London Sumatra Tanah Air Tbk (LSIP) dengan kepemilikan lewat SIMP sebesar 59,48%.
Tidak cuma itu, usaha Grup Salim juga merambah pada sektor otomotif lewat PT Indomobil Berhasil Internasional Tbk (IMAS) serta anak usahanya yakni PT Indomobil Multi Jasa Tbk (IMJS).
Untuk diketahui, 91,97% saham IMJS dikuasai oleh IMAS, sedangkan hampir 50% saham IMAS dikuasai oleh Gallant Venture yang dimaksud merupakan perusahaan masyarakat di dalam Singapura yang sahamnya dikuasai oleh Salim juga Group Parallax dengan nilai kapitalisasi pangsa mencapai hampir SGD732,3 juta.
Selanjutnya, ke bidang proyek konstruksi serta engineering, Grup Salim juga miliki portofolio kegiatan bisnis di PT Nusantara Infrastructure Tbk (META) lewat PT Metro Pacific Tollways Indonesi dengan kepemilikan sebesar 74,65%.
Asal tahu saja, Metro Pacific Tollways Indonesi merupakan anak perniagaan dari Metro Pacific Investment Corporation (MPIC) perusahaan rakyat yang mana listing di dalam bursa Filipina yang tersebut juga dikendalikan oleh Salim sekeluarga.
Bisnis yang menggurita dari bos Indofood yang dimaksud juga dibuktikan dalam sektor lain, yakni energi lewat kepemilikan Grup Salim di dalam PT Medco Daya International Tbk (MEDC).
Di perusahaan yang digawangi oleh Arifin Panigoro ini, berjumlah 21,46% sahamnya dimiliki oleh perusahaan Singapura bernama Diamond Bridge yang dimaksud juga dimiliki oleh Keluarga Salim.
Portofolio pembangunan ekonomi Grup Salim selanjutnya adalah di emiten data center PT DCI Indonesia Tbk (DCII) yang tersebut didirikan oleh Otto Sugiri. Sebagai informasi, DCII merupakan salah satu perusahaan yang digunakan fenomenal ke bursa modal Tanah Air.
Perusahaan yang digunakan melantai pada 6 Januari 2021 yang disebutkan nilai tukar sahamnya sempat meningkat pesat puluhan ribu persen sejak penawaran umum perdana saham (IPO) hingga pernah mempunyai nilai kapitalisasi bursa mencapai tambahan dari Rp100 triliun.
Sebelumnya Grup, Salim lewat Anthoni Salim memiliki saham DCII banyaknya 72,29 jt saham, namun pada akhir Mei 2021, Anthoni Salim menambah kepemilikannya dengan memborong 192,7 jt saham DCII dengan modal sampai Mata Uang Rupiah 1 triliun sehingga kepemilikannya menjadi 11,12%.
Kendaraan Keluarga Salim di sektor keuangan ada perusahaan asuransi jiwa dan juga dana pensiun bernama PT Indolife Pensiontama. Lewat perusahaan asuransi tersebut, keluarga Salim memiliki beragam saham bank pada portfolionya.
Untuk diketahui, PT Indolife Pensiontama mengempit saham PT Bank Mega Tbk (MEGA) yang dimiliki olehpengusaha nasionalChairul Tanjung sebesar 4,74% per 31 Desember 2022.
Perusahaan perbankan milik Chairul Tanjung yang dimaksud lain yang dimaksud melakukan pergerakan sebagai digital bank yaitu PT Allo Bank IndonesiaTbk (BBHI) juga sebesar 6% sahamnya dimiliki oleh Keluarga Salim lewat kendaraan PT Indolife Investama Perkasa.
Sempat kehilangan kendali berhadapan dengan BBCA ketika krisis moneter 2 dekade silam, pada saat ini Keluarga Salim kembali memegang kendali sebuah bank yaitu PT Bank Ina Utama Tbk (BINA).
Dalam keterbukaan informasi Bank Ina Utama yang digunakan dipublikasikan pada 10 Januari 2020 yang mana disampaikan Direktur Utama Bank Ina Daniel Budirahayu kemudian Direktur Kepatuhan Bank Ina Wardoyo, menyebutkan Grup Salim resmi berubah menjadi ultimate shareholder atau pemegang saham pengendali terakhir (PSPT) PT Bank Ina Utama Tbk (BINA) dengan pemilik Bali United, Pieter Tanuri.
Dalam keterbukaan informasi tersebut, informasi fakta material yang tersebut disampaikan yakni berlangsung inovasi kerangka kepemilikan saham Bank Ina di mana perusahaan Grup Salim, PT Indolife Pensiontama bermetamorfosis menjadi pemegang saham pengendali, dari sebelumnya belaka dipegang oleh PT Philadel Terra Lestari milik Pieter. Lewat PT Indolife Pensiontama, Keluarga Salim mengempit 22,83% saham BINA.
Tidak ketinggalan, jejak industri Grup Salim juga menjangkau sektor teknologi kemudian media yang dimiliki oleh Eddy Kusnadi Sariaatmadja yaitu PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) yang digunakan dikempit dengan segera oleh Anthoni Salim sebesar 9%.
Salim juga masuk ke emiten tambang RI. Grup Salim bergabung masuk ke dua emiten yang dimaksud terafiliasi Grup Bakrie, yakni emiten batu bara BUMI dan juga anak usahanya PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS).
Di BUMI, Grup Salim masuk melalui Mach Energy (Hongkong) Limited (MEL) lewat skema private placement pada Oktober tahun lalu. Mach Energy (Hongkong) Limited menguasai 45,78% saham BUMI per akhir September 2023.
Komposisi pemegang saham MEL adalah PT Bakrie Capital Indonesi memiliki sebesar 42,5% saham MEL. Kemudian, Clover Wide Limited menguasai 15% saham. Terakhir, Mach Energy (Singapore) Pte. Ltd. (MPEL) miliki 42,5% saham MEL.
Nah, Mach Energy Pte. Ltd adalah perusahaan pada bawah Grup Salim. Anthoni Salim mempunyai kendali penuh berhadapan dengan Mach Energy Pte. Ltd.
Sementara, Anthoni Salim menggunakan kendaraan pembangunan ekonomi Emirates Tarian Global Ventures SPV, untuk masuk ke BRMS dengan porsi kepemilikan terbesar dalam perusahaan tambang emas tersebut, yakni mencapai 25,10%.
Teranyar, Grup Salim, dengan keluarga Panigoro juga Agoes Projosasmito (yang kerap disebut dekat dengan Grup Salim), bermetamorfosis menjadi pemegang saham emiten tambang produsen emas-tembaga PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) yang tersebut melantai pada 7 Juli 2023.
Saham AMMN sukses terbang 300-an persen sejak melakukan penawaran saham perdana (initial public offering/IPO) serta memiliki kapitalisasi bursa (market cap) Rp496,03 triliun, terbesar keenam di bursa per 2 November 2023.
Grup Salim sendiri masuk ke AMMN via PT Sumber Gemilang Persada (SGP), menjadi pemegang saham terbesar pada perusahaan tersebut. Kemudian, Grup Salim juga mempunyai porsi lewat kepemilikan Medco di AMMN. Diamond Bridge Pte. Ltd, seperti disinggung ke atas, diketahui terafiliasi dengan Grup Salim serta merupakan pemegang saham Medco.
Selanjutnya tentakel Grup Salim juga mengikat AMMN lewat PT Pesona Terwujud Cemerlang (PSC) yang mana dimiliki oleh bos pengelola KFC pada Indonesia, Fast Food Nusantara (FAST) lalu Edie Herjadi yang mana namanya muncul pada perusahaan milik Grup Salim.
Pasca IPO, kepemilikan bukan segera Anthoni Salim pada AMMN mencapai 7,14%. Adapun secara keseluruhan untuk Grup Salim lewat banyak tentakel bidang usaha ditaksir mencapai 43,72%, berikutnya ada kongsi Agus Projo lewat AP Investment sebesar 15,58%, disertai oleh total kepemilikan tidak ada dengan segera keluarga Panigoro sebesar 14,96%.
Jika ditotal-total, semua emiten yang tersebut terafiliasi dengan Grup Salim baik dengan segera maupun tak langsung, baik yang kepemilikannya hanya saja pada bawah 10% hingga lebih banyak dari 75% nilai kapitalisasi pasarnya mencapai hampir Rp1.100,53 triliun, atau sekitar 10,45% dari total market cap IHSG.
Dengan tentakel bidang usaha yang dimaksud menjulur kemana-mana, tak mengherankan apabila manuver Grup Salim berubah menjadi perhatian juga kerap bermetamorfosis menjadi penggerak bursa pada negeri.
Artikel ini disadur dari Cek Gurita Bisnis Salim, Raja Mie Instan hingga Tambang Emas RI