Jakarta – PT Dayamitra Pertelekomunikasian Tbk (MTEL) atau Mitratel mengakuisisi aset fiber optik milik cucu perniagaan PT PP Tbk (PTPP). Aksi korporasi yang disebutkan menuai sambutan positif dari pelaku pasar. Akuisisi ini bukanlah semata-mata meningkatkan pangsa pasar, juga mendatangkan pendapatan yang mana dapat dikonsolidasikan secara langsung ke neraca keuangan.
Kesepakatan perolehan telah lama diinformasikan dan juga dituntaskan pada 4 Desember 2024 lalu. Perseroan membeli 100% saham PT Ultra Mandiri Pertelekomunikasian (UMT), anak bidang usaha PT PP Infrastruktur senilai Rp650 miliar. UMT memiliki aset fiber optik sepanjang 8.101 km dengan billable length 12.524 km.
Direktur Pengembangan Usaha Mitratel Hendra Purnama mengatakan, pasca transaksi, perseroan tidak semata-mata mendapatkan tambahan aset lalu limpahan tenant, juga sumber pendapatan baru yang digunakan sanggup dengan segera dikonsolidasikan ke laporan keuangan.
“Yang mendebarkan dari perusahaan ini adalah kontrak sewa umumnya berdurasi panjang sekitar 10 tahun. Dan kami tentu akan memonetisasi atau optimalisasi aset ini untuk prospek industri lain,” ujarnya, pada keterangannya, hari terakhir pekan (6/12).
Dampak positif lainnya, tambahan aset dapat menekan biaya operasional, salah satunya rata rata biaya maintenance aset, sehingga berdampak positif pada EBITDA Margin.
Menurut riset Trimegah Sekuritas Negara Indonesia yang dipublikasikan pada 5 Desember 2024, langkah perolehan itu bernilai positif dikarenakan perkembangan portfolio disertai dengan kenaikan jumlah agregat penyewa sehingga mempengaruhi tenancy ratio. Aset fiber yang tersebut diakuisisi miliki panjang 8.101 km, tapi billable lengthnya atau aset yang digunakan dapat ditagih mencapai 12.506 km.
“Dengan demikian, berarti rasio utilisasi jaringan serat optik sanggup 1,55x. Hal ini akan meningkatkan total aset serat optik Mitratel berubah jadi 47.815 km, atau meningkat 20,3%,” tulis riset yang dimaksud disampaikan Head of Research Trimegah Sekuritas Willinoy Sitorus sama-sama regu risetnya.
Menurut estimasi Trimegah, dengan asumsi tarif sewa serat optik sebesar Rp8,5 jt sampai dengan Rp9 juta/km/tahun serta margin EBITDA sekitar 75%, maka operasi perolehan ini menyiratkan kelipatan EV/EBITDA sebesar 7,7x sampai dengan 8,1x.
Rasio EV/EBITDA atau enterprise value to EBITDA (earning earning before interest tax, depreciation, and amortization) biasa digunakan untuk menafsirkan mahal murahnya satu emiten berdasarkan kemampuannya menghasilkan kembali laba bidang usaha atau kas operasi.
Hal paling menyita perhatian dari ekspansi anorganik MItratel adalah konsistensi manajemen di menggarap lingkungan ekonomi luar Jawa. Hal ini sejalan dengan rencana beberapa operator telekomunikasi yang dimaksud akan mengadakan ekspansi ke beberapa tempat pusat pertumbuhan sektor ekonomi baru. Di tiap wilayah yang mana berubah menjadi target ekspansi itu, Mitratel telah siap menyambut.
“Rangkaian aksi korporasi ini menunjukkan komitmen bahwa kami ingin bermetamorfosis menjadi mitra strategis yang mana dapat diandalkan para pelaku bidang telko. Kita bukanlah cuma sanggup bertambah sama-sama sama, juga terlibat menyukseskan program pemerintah di meningkatkan kualitas jaringan internet ke penjuru negeri,” kata Direktur Utama Mitratel Theodorus Ardi Hartoko.
Sebelum pengumuman akuisisi, analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Daniel Widjaja, di riset 29 November memberikan rekomendasi beli saham MTEL dengan target harga jual (target price) Rp790/saham, menyiratkan EV/EBITDA sebesar 10,1x untuk full year 2025.
Target nilai itu naik 20% dari nilai tukar penutupan saham MTEL pada perdagangan Kamis ini (5/12) ketika saham MTEL ditutup menguat 6,45% ke level Rp660/saham. Informasi Bursa Efek Tanah Air (BEI) mencatat, di sebulan terakhir, saham MTEL naik 9,09%.
Menurut Daniel, MTEL membukukan pendapatan kuartal III-2024 yang dimaksud kuat sebesar Rp2,4 triliun atau naik 5,5% secara kuartalan, juga naik 10,5% secara year on year (YoY). Hal ini didorong segmen menara. “Margin EBITDA MTEL juga membaik bermetamorfosis menjadi 83,2%, diuntungkan oleh bauran perdagangan yang menguntungkan dari usaha menara yang bermargin tinggi,” tulis riset itu.
Daniel menganggap prospek suku bunga yang tersebut lebih banyak rendah lalu kegiatan ekonomi yang mana stabil pada tahun 2025 dapat meningkatkan pendapatan Mitratel ke depan.
Dengan jumlah total utang Rp18,5 miliar yang mana 90% dari utang itu mempunyai bunga mengambang, peluang penurunan suku bunga sebesar 50-75 basis poin (bps) dapat mengangkat laba bersih untuk tahun 2025 sebesar 2,2% hingga 3,3%.
“Arus kas serta cadangan yang kuat memposisikan MTEL bisa jadi mendapatkan keuntungan dari peningkatan permintaan infrastruktur telekomunikasi dikarenakan akan ada refarming [penataan ulang] spektrum serta densifikasi 5G, menyusul arus kas bebas yang tersebut kuat dari perusahaan,” ucapnya.
Sebelumnya, analis Samuel Sekuritas Indonesia, Jason Sebastian, di riset per 1 November pun memberikan rekomendasi beli saham MTEL dengan target nilai tukar Rp836/saham, lebih banyak tinggi dari konsensus ketika itu yakni Rp780/saham.
Keunggulan Mitratel yakni peningkatan pendapatan positif di dalam kuartal 3-2024 (+10,5% YoY) didorong kenaikan jumlah agregat menara, penyewa (tenant), lalu perluasan jaringan serat optik. Taraf sewa yang tersebut lebih besar tinggi juga didorong layanan baru yakni Power-as-a-Service (PaaS) yang digunakan dibundel ke pada 1.647 menaranya.
Model kegiatan bisnis PaaS ini adalah penyediaan sumber energi baik untuk catu daya utama (main power) maupun sebagai cadangan (backup power) keperangkat-perangkat berpartisipasi operator telko.
“Rencana operator telko yang menjangkau wilayah yang dimaksud kurang terlayani (seperti Negara Indonesia Timur) dapat meningkatkan permintaan menara Build-to-Suit. Persaingan ketat dalam antara operator juga bisa saja meningkatkan rasio penyewaan emiten menara,” tulis Samuel Sekuritas.
Next Article Lo Kheng Hong Dibuat Takjub dengan Progres Pembangunan IKN
Artikel ini disadur dari Caplok Bisnis Fiber PTPP Rp650 M, Saham Mitratel Ditarget Segini