Berita  

Bos Asuransi Curhat: Bisnisnya Kalah Sama Pinjol

Bos Asuransi Curhat: Bisnisnya Kalah Sama Pinjol

Jakarta – Pertumbuhan bidang fintech peer to peer lending (Pindar) berjauhan melampaui asuransi selama beberapa tahun terakhir. Hal ini pun bermetamorfosis menjadi refleksi bagi para pelaku bisnis untuk berbenah.

Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum Dewan Asuransi Indonesia (DAI) Yulius Billy Bhayangkara pada Webinar Komunitas Penulis Asuransi Nusantara (KUPASI). Wadah ini awalnya berbicara tentang putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) inkonstitusional.

Sebagaimana diketahui, langkah MK ini menghilangkan dasar hukum bagi perusahaan asuransi untuk secara sepihak membatalkan polis, sehingga diperlukan penyempurnaan regulasi kemudian rute dalam lapangan usaha asuransi.

Menurut Yulius, salah satu pendorong munculnya putusan MK ini adalah kepercayaan rakyat yang dimaksud semakin menipis ke sedang banyaknya isu yang menimpa bidang asuransi.

“Ini kan public confidence-nya nampaknya tiada terlalu besar pada waktu ini. Kalau kita lihat, sektor kita ini, bidang yang mana telah 3 dekade. Kalau tidak ada kita bela, nanti sektor kita ini makin mundur,” ungkap Yulius, Kamis, (30/1/2025).

Rendahnya kepercayaan masyarakat pun mengakibatkan efek domino bagi aliran penanaman modal asing yang mana masuk ke perusahaan. Padahal, asuransi sedang di bidang usaha memenuhi ketentuan modal disetor dari OJK.

“Saat ini masih belum semua yang digunakan menuju ke sana (pemenuhan modal). Pada pada waktu bersamaan, ada bidang lainnya, yaitu sektor peer-to-peer lending itu sanggup Rp300 triliun per tahun,” tandasnya.

Oleh karena itu, Yulius mengundang asosiasi, baik Asosiasi Asuransi Jiwa Tanah Air (AAJI), Asosiasi Asuransi Umum Negara Indonesia (AAUI), Asosiasi Penjaminan Nusantara (APJI) untuk berbesar hati menerima kenyataan serta segera berbenah.

Adapun hal yang dimaksud menjadi fokus utama pembenahan itu terbagi berubah menjadi dua. Pertama, penyesuaian struktural yang mana mencakup revisi wording polis, hingga penyesuaian SOP lalu kedua, penyesuaian kultural atau perbaikan governansi dari SDM asuransi.

Bila mengawasi data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), aset sektor asuransi tercatat sebesar Rp1.126,9 triliun per November 2024. Sementara ke pada waktu yang tersebut sama, aset lapangan usaha fintech lending mencapai Rp8,45 triliun.

Meski aset fintech lending masih lebih lanjut sedikit jika dibandingkan asuransi, namun pertumbuhannya sangat jauh lebih tinggi besar. Diketahui, pertumbuhan aset asuransi belaka sebesar 2,2% secara tahunan (yoy), sedangkan P2P Lending asetnya naik 17,2% yoy.

Next Article Judol-Pinjol Tambah Beban Warga RI, Kirim Sinyal Ngeri ke Asuransi

Artikel ini disadur dari Bos Asuransi Curhat: Bisnisnya Kalah Sama Pinjol

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *