DKI Jakarta – Bank Indonesia (BI) menyalurkan insentif Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) sebesar Rp295 triliun hingga minggu kedua Januari 2025 atau meningkat sebesar Rp36 triliun dari Rp259 triliun pada akhir Oktober 2024.
“Insentif itu telah terjadi disalurkan untuk kelompok bank BUMN sebesar Rp129,1 triliun, bank BUSN sebesar Rp130,6 triliun, BPD sebesar Rp29,9 triliun, kemudian KCBA sebesar Rp5 triliun,” kata Pengurus BI Perry Warjiyo pada konferensi pers hasil Rapat Dewan Pengurus (RDG) BI Bulan Januari 2025 di dalam Jakarta, Rabu.
Perry menyampaikan BI terus menguatkan efektivitas implementasi KLM. Pada 2025, KLM diarahkan untuk memacu kredit atau pembiayaan perbankan guna menyokong pertumbuhan lalu penciptaan lapangan kerja.
Mulai 1 Januari 2025, insentif KLM telah dilakukan disalurkan pada sektor-sektor yang membantu peningkatan lalu penciptaan lapangan kerja.
Sektor yang disebutkan antara lain pertanian, perdagangan dan juga manufaktur, transportasi, pergudangan kemudian pariwisata serta perekonomian kreatif, konstruksi, real estate, dan juga perumahan rakyat, dan juga UMKM, ultra mikro, lalu hijau.
“Ke depan, Bank Tanah Air akan terus memacu penyaluran kredit/pembiayaan perbankan serta meningkatkan kekuatan sinergi dengan pemerintah, otoritas keuangan, kementerian/lembaga, perbankan, dan juga pelaku usaha,” kata Perry.
Deputi Pemimpin wilayah BI Juda Agung menambahkan bahwa insentif KLM cukup efektif di menggalakkan kredit perbankan. Pada Januari 2025, insentif KLM mencapai Rp295 triliun dibandingkan Desember 2024 yang mana sebesar Rp251 triliun, sehingga di sebulan ini, ada tambahan Rp43 triliun.
“Hasil asesmen kami menunjukkan bahwa peningkatan kredit di tahun 2024 10,4 persen dengan adanya insentif likuiditas. Kalau tanpa insentif likuiditas, diperkirakan hanya saja 9,6 persen. Jadi efektif KLM di dalam pada menggalakkan kredit itu cukup efektif,” kata Juda.
Ia juga mencatat bahwa likuiditas perbankan masih memadai, tercermin dari rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) pada Desember 2024 sebesar 25,59 persen. Angka tersebut, catat Juda, lebih banyak tinggi dari rata-rata historisnya yang digunakan sebesar 20 persen.
“Memang kalau kita bandingkan dengan beberapa tahun sebelumnya sempat 30 persen. Tapi sekarang dengan dua tahun ini pertumbuhan kredit kita telah double digit pada menghadapi 10 persen, tentu sekadar AL/DPK ini akan mengalami penurunan,” kata dia.
Ke depan, ujar Juda, BI mengamati perkembangan kredit masih tinggi dengan tentunya penting tambahan-tambahan likuiditas.
Oleh sebab itu, kebijakan-kebijakan BI untuk memberikan likuiditas yang mana memadai bagi perbankan tetap terus direalisasikan diantaranya kebijakan insentif likuiditas apabila bank menyalurkan kredit di sektor-sektor prioritas.
Artikel ini disadur dari BI salurkan insentif KLM Rp295 triliun hingga minggu kedua Januari