Semula kami memperkirakan Fed Fund Rate baru akan turun Desember. Dalam RDB yang lalu, kemungkinan akan maju November. Tapi pasca FOMC kemarin ada probabilitas Fed Fund Rate itu akan mulai turun pada bulan September
Jakarta – Pemimpin wilayah Bank Negara Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan bahwa pemangkasan suku bunga Amerika Serikat (AS) atau Federal Funds Rate (FFR) kemungkinan semakin progresif dari perkiraan BI.
“Semula kami memperkirakan Fed Fund Rate baru akan turun Desember. Dalam RDB yang dimaksud lalu, kemungkinan akan forward November. Tapi setelahnya FOMC kemarin ada probabilitas Fed Fund Rate itu akan mulai turun pada bulan September,” kata Perry pada waktu konferensi pers Komite Ketahanan Sistem Keuangan (KSSK) III 2024 pada Jakarta, Jumat.
Perry menyebutkan, bank sentral Eropa (ECB) dan juga bank sentral Inggris (BoE) sudah ada mulai menurunkan suku bunganya, namun bank sentral Negeri Paman Sam atau The Fed masih belum melakukan pemangkasan.
Sementara itu, imbuh Perry, suku bunga surat utang pemerintah Negeri Paman Sam jangka pendek atau US Treasury Notes juga masih tinggi mengingat instrumen ini dipengaruhi oleh suku bunga The Fed. Sedangkan suku bunga surat utang pemerintah Amerika Serikat jangka panjang US Treasury Bonds lebih besar rendah lantaran dipengaruhi utang pemerintah AS.
“Misalnya pada triwulan II yang digunakan lalu, US Treasury Notes yang dimaksud 2 tahun itu (suku bunganya) 4,7 persen. Sementara US Treasury Bonds itu 4,4 persen. Jadi US Treasury Notes yang digunakan jangka pendek, lantaran nunggu Fed Fund bukan turun-turun, itu 0,3 persen atau 30 basis point tambahan membesar dari US Treasury Bonds yang 10 tahun,” jelas Perry.
Ke depan, kata Perry, apabila suku bunga The Fed turun maka suku bunga US Treasury Notes juga akan turun. Sementara suku bunga US Treasury Bonds diperkirakan naik sejalan dengan utang pemerintah Amerika Serikat yang dimaksud juga naik.
Kemudian, suku bunga antara US Treasury Notes kemudian US Treasury Bonds diperkirakan mulai serupa pada triwulan IV 2024. Pada triwulan I 2025, suku bunga US Treasury Notes diproyeksikan lebih besar rendah dibandingkan US Treasury Bonds.
“Itulah dinamika kenapa di perjumpaan G20 kemarin Menteri Keuangan serta saya menyoroti tingginya utang luar negeri pemerintah negara maju akibat itu berpengaruh terhadap US Treasury Notes kemudian US Treasury Bonds, dan juga mempengaruhi capital reversal keluarnya modal dari negara maju salah satunya yang dimaksud terjadi di Indonesia pada triwulan I lalu II, dan juga mempersulit tentu sekadar bagaimana BI melakukan kebijakan moneter kemudian kebijakan dari sisi fisikal,” kata Perry.
Selanjutnya, jelas Perry, dolar Negeri Paman Sam juga masih masih menguat sementara nilai tukar negara-negara lain melemah. Meskipun menguat, beliau memperkirakan bahwa dolar tidaklah akan tambahan menguat dari sebelumnya. Hal ini juga akan akan berpengaruh bagi BI terkait dengan kebijakan moneter yang mana berfokus pada mitigasi risiko global, khususnya menstabilkan nilai tukar rupiah.
Pada kesempatan yang mana sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan bahwa nilai tukar rupiah per 26 Juli 2024 menguat 0,52 persen mtd dibandingkan dengan kedudukan akhir Juni 2024.
Sementara apabila dibandingkan dengan level akhir Desember 2023, nilai tukar rupiah melemah 5,48 persen ytd sejalan dengan kondisi global, namun masih lebih besar rendah dibandingkan dengan pelemahan mata uang negara-negara kawasan seperti Won Korea (6,93 persen ytd) serta Yen Negeri Sakura (8,27 persen ytd).
Performa rupiah yang membaik yang disebutkan ditopang oleh komitmen BI melindungi stabilitas nilai tukar rupiah dan juga berlanjutnya aliran masuk modal asing dan juga surplus neraca perdagangan barang.
Artikel ini disadur dari BI: Pemangkasan suku bunga AS kemungkinan semakin maju dari perkiraan