Ibukota Indonesia – Bank Negara Indonesia (BI) menyampaikan bahwa kebijakan nilai tukar Bank Indonesia terus diarahkan untuk melindungi stabilitas Rupiah dari dampak tingginya ketidakpastian global.
Gubernur BI Perry Warjiyo pada konferensi pers Hasil Rapat Dewan Pengurus (RDG) BI Bulan Desember 2024 dalam Jakarta, Rabu menyebutkan, bahwa nilai tukar Rupiah pada Desember 2024 (hingga 17 Desember 2024) melemah sebesar 1,37 persen (point-to-point/ptp) dari bulan sebelumnya.
“Pelemahan nilai tukar Rupiah yang disebutkan dipengaruhi oleh makin tingginya ketidakpastian global teristimewa terkait dengan arah kebijakan Amerika Serikat (AS), ruang penurunan Fed Fund Rate (FFR) yang dimaksud lebih lanjut rendah,” kata Perry.
Kemudian, pelemahan nilai tukar Rupiah juga dipengaruhi oleh penguatan mata uang dolar Amerika Serikat secara luas, kemudian risiko geopolitik yang mengakibatkan berlanjutnya preferensi pemodal global untuk memindahkan alokasi portofolionya kembali ke AS.
Secara umum pelemahan nilai tukar Rupiah masih terkendali, yang digunakan bila dibandingkan dengan level akhir Desember 2023 tercatat depresiasi sebesar 4,16 persen, tambahan kecil dibandingkan dengan pelemahan dolar Taiwan, Peso Filipina, juga Won Korea yang setiap terdepresiasi sebesar 5,58 persen, 5,94 persen, dan juga 10,47 persen.
Ke depan, nilai tukar Rupiah diprakirakan stabil didukung komitmen Bank Indonesi menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah, imbal hasil yang mana menarik, kenaikan harga yang mana rendah, dan juga prospek pertumbuhan ekonomi Tanah Air yang tetap baik.
Seluruh instrumen moneter akan terus dioptimalkan, di antaranya penguatan strategi operasi moneter pro-market melalui optimalisasi instrumen Sekuritas Rupiah Bank Nusantara (SRBI), Sekuritas Valas Bank Indonesi (SVBI), dan juga Sukuk Valas Bank Tanah Air (SUVBI) untuk meningkatkan kekuatan efektivitas kebijakan di menyita perhatian aliran masuk pembangunan ekonomi portofolio asing lalu memperkuat penguatan nilai tukar Rupiah.
Perry menyampaikan, instrumen moneter pro-market terus dioptimalkan untuk menggalang penguatan stabilitas nilai tukar Rupiah kemudian pencapaian sasaran inflasi.
Kebijakan ini juga dimaksudkan untuk mempercepat upaya pendalaman lingkungan ekonomi uang serta pangsa valas juga memacu aliran masuk modal asing ke pada negeri.
Hingga 16 Desember 2024, kedudukan instrumen SRBI, SVBI, dan juga SUVBI masing-masing tercatat sebesar Rp940,67 triliun, 2,08 miliar dolar AS, dan juga 386 jt dolar AS.
Penerbitan SRBI sudah mengupayakan upaya peningkatan aliran masuk portofolio asing ke di negeri serta penguatan nilai tukar Rupiah.
Kepemilikan nonresiden pada SRBI mencapai Rp233,85 triliun (24,86 persen dari total outstanding). Realisasi Primary Dealer (PD) sejak Mei 2024 juga makin meningkatkan kegiatan SRBI ke lingkungan ekonomi sekunder dan juga repurchase agreement (repo) antarpelaku pasar, sehingga meningkatkan kekuatan efektivitas instrumen moneter di stabilisasi nilai tukar Rupiah lalu pengendalian inflasi.
“Ke depan, Bank Indonesia terus mengoptimalkan berubah-ubah pengembangan instrumen pro-market, baik dari sisi besar maupun sisi daya tarik imbal hasil, guna meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter, mempercepat pendalaman lingkungan ekonomi uang lalu pangsa valas, dan juga menggalakkan aliran masuk modal asing,” kata Perry.
Artikel ini disadur dari BI: Kebijakan nilai tukar terus diarahkan untuk jaga stabilitas Rupiah