DKI Jakarta –
Ia menjelaskan sektor infrastruktur dapat berfungsi sebagai fondasi utama pada mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya yang berkaitan dengan infrastruktur ramah lingkungan, akses energi bersih, dan juga pengelolaan air serta sanitasi.
"Infrastruktur memainkan peran yang sangat penting untuk menciptakan masa depan yang digunakan lebih tinggi hijau lalu berkelanjutan bagi Indonesia," ujar David pada Economic & Capital Market Outlook 2025 di dalam Main Hall Bursa Efek Indonesi (BEI) Jakarta, Kamis.
Di sisi lain, David menganggap adanya beraneka aspek risiko global yang dimaksud berubah jadi tantangan tersendiri bagi Indonesia untuk menerapkan kegiatan ekonomi hijau.
Ia menyebutkan tensi geopolitik yang mulai memanas, seperti Konflik Timur Tengah, ketegangan antara Amerika Serikat (AS) dan juga Rusia (perang di dalam Ukrania), jumlah kali perdagangan Negeri Paman Sam juga China, dan juga dinamika moneter kemudian global fund bagian dari tantangan tersebut.
Dalam hal dinamika moneter dan juga global fund, Ia menjelaskan terjadinya pelonggaran moneter global, kemajuan disinflasi global, masih tingginya suku bunga acuan global, dan juga tekanan fiskal global akan terus berlanjut.
"Kami memperkirakan sektor ekonomi pada tahun 2025 stagnan, ditandai adanya beraneka gejolak. Seperti adanya tekanan kenaikan harga kemudian fiskal pada AS, krisis properti di dalam China, juga adanya permintaan domestik yang tersebut lemah ke kawasan Eropa," ujar David.
Pengamat bursa modal Budi Frensidy menyampaikan bahwa Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) merupakan cetak biru untuk mencapai masa depan yang tersebut lebih lanjut baik serta keberlanjutan.
"SDG ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dan juga semua negara diharapkan untuk berpartisipasi mewujudkannya," ujar Budi.
Ia menyebutkan setidaknya perusahaan korporasi dituntut untuk memperhatikan, menjalankan dan juga mewujudkan konsep usaha yang digunakan memperhatikan prinsip 3P yaitu Profit, People dan juga Planet.
Indonesia yang digunakan miliki hutan tropis terbesar ketiga ke bola seluas 125 jt hektar (ha), mungkin besar mengawasi bursa karbon dengan kapasitas 25 miliar ton karbon.
Apabila pemerintah dapat berjualan dengan nilai tukar 5 dolar AS, Ia menjelaskan kemungkinan pendapatan Tanah Air mencapai 113 miliar dolar Amerika Serikat atau setara Rp8.400 triliun.
Selain melalui hutan, Ia melanjutkan Indonesi juga memiliki peluang penyerapan karbon dari kegiatan ekonomi biru/lautan yang 4 sampai 5 kali lebih tinggi tinggi dari hutan angin segar untuk mencapai perkembangan kegiatan ekonomi sebesar 8 persen.
“Kriteria ketiga di berinvestasi awalnya adalah mengejar skewness positif. Kemudian ada likuiditas seiring berkembangnya market microstructure. Terakhir, pada 2-3 tahun terakhir, aspek ketiga yang dimaksud dipersyaratkan penanam modal teristimewa penanam modal institusi adalah sustainability,” ujar Budi.
Dalam kesempatan ini, Menteri Koordinator Infrastruktur juga Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyatakan bahwa pemerintah akan sangat memperhatikan perlunya Pembangunan Infrastruktur yang tersebut berwawasan hijau untuk menggalang terwujudnya sasaran pemerintah yaitu emisi nol bersih atau Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060.
Dalam setiap perkembangan infrastruktur, pemerintah akan terus mengeluarkan kebijakan-kebijakan baru lalu peraturan yang dimaksud tambahan ketat yang digunakan mengacu pada terwujudkan komitmen internasional seperti Paris Agreement.
Artikel ini disadur dari AAEI: Keuangan berkelanjutan penting topang pembangunan infrastruktur